Oleh: KH Luthfi Bashori
Akal adalah suatu peralatan rohaniah manusia yang berfungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar, serta menganalisis sesuatu yang kemampuannya sangat tergantung luas pengalaman dan tingkat pendidikan, formal maupun informal, dari manusia pemiliknya.
Rasul berasal dari kata ar-sa-la artinya mengutus. Rasul adalah seseorang yang diutus oleh Allah untuk menyampaikan pesan (ar-risalah) kepada segenap manusia.
Tentang hal ini, Allah SWT mempunyai dua utusan (rasul) kepada makhluk-Nya. Yang pertama dari dalam, yaitu akal, dan yang kedua dari luar, yaitu Rasul (nabi). Tidak ada jalan bagi seorang pun untuk memanfaatkan rasul yang nampak sebelum ia memanfaatkan rasul yang tersembunyi.
Yang tersembunyi mengetahui kebenaran pengakuan dari yang nampak. Kalau bukan karena dia, tidak berlaku hujahnya. Inilah sebabnya, Allah menyerahkan orang yang meragukan keesaan-Nya dan kebenaran dari kenabian para nabi-Nya kepada akal dan menyuruh manusia mengandalkannya untuk mengetahui kebenarannya.
Akal adalah panutan dan agama yang mengarahkan. Kalau tidak ada akal, maka agama tidak akan hidup. Kalau bukan karena agama, niscaya akal menjadi bingung. Berkumpulnya akal dengan agama adalah seperti dikatakan Allah SWT, “Cahaya di atas cahaya.”
Namun, jika akal seseorang tidak sejalan dengan misi rasul utusan Allah, di jaman sekarang tiada lain adalah Rasulullah Muhammad SAW, maka yang terjadi adalah pembangkangan sang pemilik akal itu terhadap Allah dan Rasul-Nya, hingga membawa sifat kekafiran. Ini adalah musuh utama umat Islam.
Jika akal seseorang itu lebih didahulukan daripada ketaatannya terhadap Rasulullah SAW, padahal ia menyatakan beriman kepada Alquran yang dibawa oleh Rasulullah SAW serta Hadits sebagai sabda Rasulullah SAW, maka ini termasuk kelompok sesat seperti aliran Qadariyah dan Mu’tazilah.
Jika akal seseorang itu tidak mampu mencerna misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, karena keterbelakangan mental, maka ini termasuk rufi’al qalam (diangkat pena), maksudnya pemiliknya tidak termasuk dalam kewajiban bersyariat, karena dihukumi sebagai majnun (orang gila).
Sedangkan kelompok yang berakal sehat dan selamat dari kesesatan, yaitu golongan Ahlus Sunnah wal jama’ah, mereka adalah kelompok yang mampu memberdayakan akal sehatnya sejalan dengan ajaran Rasulullah SAW, baik yang bersumber dari Alquran, Hadits, maupun hasil Ijma’ para shahabat & ulama Salaf dalam memahami Risalah kenabian Rasulullah SAW, serta menerima Qiyas yang dilakukan oleh para mujtahid, sebagai sumber hukum.