Haidar Alwi dan KNKTI Kritik Kebijakan Anies Baswedan Terkait IMB Reklamasi

Pemberian izin mendirikan bangunan (IMB) oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan masih menuai kontroversi. Sebab, yang mencabut izin pembangunan 13 pulau reklamasi tersebut adalah Anies sendiri pada tahun lalu.

Ketua Harian Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) Martin Hadiwinata menganggap, sebenarnya reklamasi itu sama sekali tidak memberi keuntungan bagi nelayan.

“Reklamasi tidak ada keuntungan sama sekali untuk nelayan. Anies akan bangun kampung nelayan itu jauh panggang dari api,” kata Martin dalam diskusi bertajuk “Mengkritisi IMB dan Reklamasi Teluk Jakarta” di gedung Joang 45, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (29/7/19).

Martin menjelaskan, salah satu ancama terbesar di teluk Jakarta adalah Likuefaksi. Menurut dia, ketika reklamasi ini di telurkan tinggal menunggu bom waktu akan terjadi bencana di kemudian hari.

Bagi Martin, perhatian pemerintah provinsi yang diberikn kepada nelayan tidak hanya soal tempat tinggal saja, namun juga memperhatikan kondisi pesisir.

“Nelayan tidak hanya untuk tempat tinggal tapi mereka butuh ikan untuk ditangkap. Kenapa pesisir penting selain untuk wilayah tangkap, juga penting untuk ikan berkembang biak, seperti mangrove,” paparnya.

Selain itu, Martin juga mengaku heran dengan penerbitan IMB oleh Anies terkait reklamasi. Sebab, penjelasan tata ruang terkait IMB ini belum dijelaskan kepada publik, khususnya para nelayan.

“IMB merupakan kemunduran dari upaya perbaikan yang diinginkan Anies sendiri. Karena dalam tata kelola pemerintahan beliau mengunakan Pergub tata kota untuk pendirian IMB. Ini kemunduran,” tandasnya.

Menyoroti pengelolaan tiga pulau, yakni Pulau C. D, dan G kepada PT Jakpro yang merupakan salah satu BUMD milik DKI. Kebijakan ini kemudian dituangkan dalam Pergub Nomor 120 Tahun 2018 tentang Penugasan kepada PT Jakpro dalam Pengelolaan Tanah Hasil Reklamasi Pantai Utara Jakarta.

Founder Haidar Alwi Institute (HAI), Haidar Alwi, melihat kontroversi Anies Baswedan membuat kebijakan perubahan nama tiga pulau itu. Pulau C menjadi Kawasan Pantai Kita, Pulau D menjadi Kawasan Pantai Maju, Pulau G menjadi Kawasan Pantai Bersama.

“Jadi kalau pulau-pulau ini sukses menyumbang APBD DKI nanti, maka seolah yang sukses adalah Anies. Padahal itu cuman ganti nama saja,” jelasnya.

Selain itu, Haidar menilai Anies Baswedan tidak memiliki komitmen dengan apa yang telah dia ucapkan diawal, bahwa reklamasi teluk Jakarta adalah masa lalu bagi Jakarta. Bahwa reklamasi bukan masa depan Jakarta.

“Anies Baswedan menyebut bahwa perubahan tiga nama pulau ini memiliki dasar atau tujuan bagi masa depan Jakarta. Jadi setelah ganti nama, baru ngomong masa depan Jakarta. Padahal awalnya bilang reklamasi adalah masa lalu. Bukan masa depan Jakarta. Lha ini kan enggak konsisten. Padahal pemimpin itu harus konsisten dengan ucapannya. Ini bukan tipikal pemimpin namanya tapi hanya pimpinan,” jelasnya.