MUI Pusat: Hati-hati Nilai 40 Masjid di Jakarta Radikal

Pemerintah dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus hati-hati menyebut adanya 40 masjid di Jakarta radikal.

Demikian dikatakan pengurus MUI Pusat Irjen (Pol) Anton Tabah Digdoyo kepada suaranasional, Sabtu (9/6).

Menurut Anton, penyebutan masjid di Jakarta terpapar radikalisme sangat tidak jelas. “Masjid-masjid terindikasi radikalisme? Mosok masjid bisa radikal? Radikal itu spt apa? Tak jelas sama tak jelasnya dengan radikal itu sendiri,” kata Anton.

Kata Anton, pemerintah tanpa menjelaskan definisi radikal sangat rentan terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). “Dengan definisi akan mudah mapping antisipasi cegah bahkan basmi radikal yang selama ini terkesan ngawur,” paparnya.

Anton mengatakan, tokoh kristen Papua Natalius Pigai memberikan penjelaskan tidak ada muslim radikal, intoleran apalagi teroris. “Yang ada penguasa yang radikal intolerance suka neror rakyat,” kata Anton.

Ia khawatir rezim sekarang ini menganggap mempidanakan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang menistakan agama disebut radikal.

“Karena istilah radikal ini muncul pasca Ahok terpidana padahal kasus Ahok kriminal murni menistakan agama sesuai KUHP UU PNPS 1/1965. Saya yang memproses kasus pak Permadi ketika saya komandan kota jogja (1996) padahal Pak Permadi cuma bilang dirinya tak beragama,” jelasnya.

Anton menyarankan agar pemerintah, DPR dan MUI membuat definisi radikal secara jelas.”Supaya negara tidak tambah gaduh karena era Jokowi sangat gaduh,” pungkasnya.