Saya Takut Prabowo Menjadi Presiden

Oleh : Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik

Judul tulisan ini adalah representasi sikap batin rakyat, saya kira. Karena saat melihat debat Pilpres semalam, tidak ada yang dapat ditangkap dari substansi komunikasi seorang Prabowo selain ‘kengerian’.

Ya, sejalan dengan kritik Anies. Prabowo tidak tahan menjadi oposan. Prabowo harus berkuasa demi bisnis. Prabowo, mewakili ambisi yang tertunda hingga tiga periode Pilpres, yang dapat saja ditangkap makna ‘yang penting menang, soal rakyat urus belakangan’.

Saya ngeri, kalau Prabowo jadi presiden. Saya ngeri, yang diurus kelak hanya bisnisnya. Yang difikirkan kelak, hanya kelompok dan golongannya.

Saya ngeri, perencanaan kebijakan perspektifnya untuk menguntungkan bisnisnya. IKN dilanjutkan, agar bisnisnya dan adiknya moncer. Food Estate dilanjutkan, agar bisnisnya lancar. Dan seterusnya.

Soal Prabowo ingin berkuasa demi bisnisnya, itu bukan tuduhan, bukan fitnah, bukan hoax. Dia sendiri yang mengaku, tidak berkuasa bisnisnya berantakan. Ingin berkuasa, tentu dalam konteks untuk melancarkan bisnisnya.

Nah, kalau bernegara dengan perspektif bisnis bisa jadi pengelolaan SDA negeri ini hanya untuk bisnis. Bukan dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan rakyat dan memakmurkannya.

Prabowo? Saya tidak memiliki ekspektasi sedikitpun untuk menitipkan masa depan negeri ini kepada dia. Malah, saya khawatir, saya benar-benar takut Prabowo memimpin negeri ini.

Sosok Prabowo dalam debat Pilpres semalam, mengingatkan saya pada kasus penculikan aktivis oleh Prabowo yang dulu pernah dikatakan Wiranto. Mengingatkan, pada akhirnya Prabowo pada 2019 meninggalkan rakyat tenggelam dan mengambil pilihan timbul bersama kekuasaan.

Teringat, penuturan Ustadz Usamah Hisham yang menuturkan Prabowo menggebrak meja dihadapan ulama. Teringat, kabar ada Wamen yang ditampar dan dicekik pada satu rapat Kabinet soal Food Estate.

Teringat, dulu Prabowo pernah ada dan bersama umat Islam. Didukung habis-habisan, namun kemudian meninggalkan.

Saya takut, yang saya maksud adalah saya sebagai rakyat. Segenap rakyat takut, saat penguasa mengelola negara hanya untuk kepentingan bisnisnya. [].