Penangan kasus dugaan perbuatan Asusila eks Bupati Maluku Tenggara Thaher Hanubun hingga kini belum juga tuntas. Penanganannya terbilang lambat jika di bandingkan kasus-kasus asusila lainnya. Pihak kepolisian masih selalu berkelit dengan berbagai alasan.
Selain kasus dugaan rudapaksa, mantan orang nomor satu di Maluku Tenggara itu juga diperhadapkan dengan dugaan tindak pidana korupsi dana covid Maluku Tenggara. Aparat penegak hukum baik kepolisian maupun Kejati Maluku disinyalir ada keberpihakan terhadap mantan orang nomor satu di Maluku Tenggara itu.
Menurut Koordinator Paparisa Perjuangan Maluku PPM_95DJAKARTA, Adhy Fadhly, (28/11) sikap Kejati Maluku maupun pihak kepolisian terlihat sangat jauh dari komitmen dan apa yang selama ini digembar gemborkan para aparat penegak hukum itu.
“Ini harusnya menjadi kekhawatiran kita semua, bahwa akan semakin menggilanya praktek praktek korupsi dan juga tindakan tindakan tidak bermoral seorang pejabat,dan korbannya adalah masyarakat kecil. Anehnya saat kasus asusila itu terjadi yang mana TH masih menjabat selaku bupati aktif namun para wakil rakyat yang seharusnya tampil memperjuangkan nasib rakyatnya semua diam seperti bonekanya Thaher Hanubun,” ungkapnya.
Dikatakan, saat ini, dengan tidak lagi menjabat selaku bupati seharusnya aparat penegak hukum harus lebih berani mengungkap kasusnya di harapkan mampu lebih profesional, konsisten dalam menegakan hukum apalagi terkait kasus dugaan rudapaksa,yang mana seharusnya terlapor sudah harus ditetapkan sebagai tersangka, sebab bukti permulaan untuk itu sudah terpenuhi.
“Jika saat ini bermunculan berbagai interpretasi ada sesuatu di balik lambatnya proses hukum Hanubun itu merupakan imbas dari ketidak profesionalitas para aparat penegak hukum sendiri,” ucap Adhy.
Lebih lanjut dia mengatakan, “Bisa kita lihat, dengan adanya kasus asusila lainnya, tidak butuh waktu lama, saat ada pelaporan maka saat itu juga pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Ini sangat berbeda dengan kasus Hanubun padahal bukti rekaman sudah jelas,telah terjadi tindak asusila nonfisik,yang mana semua itu ada dengan jelas dalam UU TPKS.”
“Belum lagi hasil visum korban yang juga berstatus sebagai pelapor. Aneh juga kalau tidak ada tersangka tapi ada korban. Sayangnya anak buah Kapolri Jenderal Listyo Sigit tidak mempunyai nyali untuk menetapkan tersangka pada tragedi Agniya cafe tersebut,” sesalnya.
Begitu juga dengan dugaan tindak pidana korupsi dana covid Maluku Tenggara, lagi-lagi anak buah Kapolri kewalahan untuk menetapkan Hanubun yang mana saat itu bertindak selaku kuasa pengguna anggaran. “Hebat ini Thaher hanubun, lebih hebat Thaher Hanubun daripada Mantan ketua KPK Firly Bahuri,” jelasnya.
Terkait kasus dana covid ini banyak yang sudah terungkap,salah satunya ada keterlibatan “Perusahaan Fiktif” dalam mengerjakan proyek yang berkaitan dengan dana covid tersebut. Ini jelas-jelas sebuah kejahatan.
“Prinsipnya bagi kami dua kasus yang menyeret eks bupati Maluku Tenggara ini kasus kejahatan kemanusiaan yang luar biasa yang harus dituntaskan, tidak ada yang kebal hukum,” tutup aktivis Anti korupsi dan pegiat HAM ini.