Demi Ambisi Jadi Presiden, Prabowo Bakal tidak Peduli Norma Hukum dan Etika?

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Pencawapresan Gibran telah memunculkan banyak sekali persoalan, mulai dari norma hukum, etika, persyaratan personality yang belum layak, sampai kepada sikap Gibran yang bakal lebih bengis dan otoriter dari Jokowi.

Dulu banyak orang yang mengira kalau bergabungnya Prabowo kedalam kabinet Jokowi sebagai sebuah strategi untuk “mengelabui” Jokowi biar Jokowi luluh dan akhirnya mau membantu kemenangannya dalam Pilpres 2024. Setelah dirinya jadi Presiden, akan kembali kepada watak aslinya sebagai seorang ksatria yang akan mengabdi kepada bangsa dan negara dan melawan Jokowi.

Tapi rupanya anggapan itu pupus setelah secara berulang-ulang ternyata Prabowo memuji-muji Jokowi, dan bisa jadi sudah menjadi bagian dari (kezaliman) Jokowi. Sampai visi misinya pun mengikuti Jokowi yaitu keberlanjutan.

Paling tidak ada beberapa indikator yang menegaskan kalau Prabowo sekarang sudah bukan Prabowo yang dulu (tahun 2019) tapi sudah jadi “cebong” dan masuk kolam (kedzaliman):

Pertama, Prabowo telah berbalik arah dari para ulama yang telah mendukungnya.

Bahkan Prabowo melalui pernyataan Grace Natali dari PSI menyatakan menyesal atas dukungan para ulama dan alumni 212. Padahal dukungan mereka sangat besar, ada yang menyebut sampai 30 juta suara.

Kedua, Majunya Prabowo untuk yang keempat kalinya, sebegitu haruskah mengabdi kepada Negara degan menjadi Presiden?

Jika sekedar mengabdi kepada negara, bisa dalam bentuk lain : Menteri, Anggota DPR, Gubernur, bahkan menjadi oposisi juga bisa berkontribusi terhadap negara. Adakah karena kepentingan bisnisnya yang katanya sering mandeg ?

Ketiga, Prabowo ternyata bukan seorang yang konsisten

Banyak pernyataan Prabowo saat ini yang bertentangan dengan pernyataannya sendiri di tahun 2019 : soal kebijakan Jokowi, Ketergantungannya kepada China, soal pentingnya dukungan umat Islam, soal penanganan korupsi, dll

Keempat, Prabowo diragukan bisa menegakkan good government.

Buktinya di Kementriannya (di Kemenhan) saja menurut Pengamat Militer, Connie Rahakundini, banyak kasus korupsi yang tidak diproses hukum.

Kelima, Wibawa Prabowo di depan Jokowi sudah down, sulit untuk bisa mengingatkan Jokowi, apalagi sampai bisa mempengaruhinya.

Dengan menerima cawapres Gibran, wibawa Prabowo di hadapan Jokowi sudah; inferior. Prabowo dipastikan tidak bisa mengendalikan arogansi Jokowi untuk melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM). Bahkan saat ini saja Gibran sudah main intimidasi kepada Ketua DPC PDI Solo dan orang tua Ketua BEM UI.

Keenam, Akankah Prabowo membiarkan Jokowi mengacak-acak Pilpres 2024 dengan penuh kecurangan dan berdarah-darah ?

Jika drama kecurangan Pilpres 2019 akan diulangi lagi oleh Jokowi, kemungkinan Pilpres 2014 bakal berdarah-darah Tahun 2019 sebanyak 894 petugas KPPS mati misterius dan lebih dari 5000 petugas terkena sakit misterius.

Tahun 2024, demi memenangkan Gibran Jokowi akan lebih nekad lagi. Ada yang menyebut Jokowi adalah seorang predator Pemilu, bakal main babat habis.

Ketujuh, Diduga Jokowi bakal memperalat Prabowo untuk ambisi kekuasaannya dan kekuasaan politik dinastinya.

Banyak pihak yang khawatir jika Prabowo yang sudah sepuh dan sering uzur menang, tidak akan mampu menjalani masa jabatan secara penuh sehingga harus diserahkan kepada Gibran. Jika sampai Gibran memimpin Indonesia, negeri ini bakal “kiamat”.

Sabda Nabi saw : “Bila sudah hilang amanah, maka tunggulah terjadinya kiamat”. Orang itu bertanya, “Bagaimana hilangnya amanah itu?” Nabi SAW bersabda, “Jika urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah terjadinya kiamat. (HR. Bukhari)

Jika Indonesia ingin selamat, maka hati-hatilah dalam memilih pemimpin. Pilihlah pemimpin yang : jujur, amanah, cerdas, menyampaikan hajat rakyat, kapabel, adil, dan mampu membawa negara dan bangsa menuju kemajuan yang bermartabat. Hanya ada satu pasangan yang bisa memenuhi semua persyaratan itu.

Bandung, 29 R. Akhir 1445