Jokowi Tersesat

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

“Shahabat Rasulullah Saw – Umar Bin Khattab Radhiyallahu Anhu,  tahu benar bagaimana beratnya tanggung jawab sebagai seorang pemimpin. Karena itu ketika menjelang wafatnya melarang anak-anaknya untuk menjadi penerusnya sebagai pemimpin alias khalifah.”

Cerita diatas sama sekali tidak menjadi “Ibrah” dalam bentuk pengamatan dan tafakur Jokowi, bahkan tampak makin liar untuk meraih kekuasaan termasuk kekuasaan untuk anak anaknya.

Kekuasaan dan jabatan akan membawa kebaikan dan sekaligus bisa menjadi bencana sangat berat dan resiko yang besar baik di dunia maupun di aherat.

Cukup mengerikan ketika Jokowi sepertinya tidak paham tentang kemuliaan dan bahayanya tentang kekuasaan, sedang membawa anak anaknya pada bahaya kekuasaan.

Indikasi kuat Jokowi justru sebagai sutradara sedang bermain dengan memainkan drama politik paling mutakhir dalam sejarah di Indonesia yaitu drama keluarga semuanya akan diangkut dalam panggung politik.

Ini sangat berbahaya bukan hanya berbahaya bagi Jokowi dan keluarganya tetapi membahayakan negara

Hanya karena Jokowi merasa  dirinya masih  tetap di atas angin,  berhalusinasi  kekuasaan besar masih dalam genggaman dan kendalinya. Akan di raih dengan segala cara, ketika instrumen rekayasa kecurangan bersama kekuatan bandar politiknya masih bersenyawa dengan dirinya.

Merasa memegang banyak kendali instrumen politik dengan kekuatan cuan, drama politik keluarga tidak di sia siakan.

Jokowi tidak merasa prilakunya sedang dibuntuti para pengamat dan masyarakat luas ketika sedang menyembunyikan kejahatan kekuasaannya.

Masalah akan lebih dahsyat dan mengerikan justru kalau setelah lengser dari kekuasaannya semua terungkap macam macam kejahatan termasuk korupsi kekuasaan justru dilakukan oleh dirinya dan keluarganya

Persoalan Gibran yang penuh misteri dan resiko politik yang sangat besar, tentu masuk dalam pikiran ayahnya dari segala kemungkinan yang tidak bisa diprediksi .

Keputusan MKMK adalah menyimpan bara api yang setiap saat bisa meledak. Sangat mungkin Jokowi  dalam ke ragu raguan  melepas Gibran sebagai Cawapres yang masih ingusan.  Resiko politiknya akan berbalik arah menyerang dirinya dan keluarganya.

Karena misteri Jokowi minta tidak ingin mundur dari PDIP adalah sebuah pertimbangan politik atas segala kemungkinan resiko yang akan menimpanya.

Permainan catur dan langkah kuda kuda politik antar penguasa dan ketua parpol semacam ini dengan mudah kita baca, karena tidak tahu bahwa ini drama permainan drakula politik yang sangat buruk terjadi di Indonesia.

Strategi penyesatan, kamuflase, pola hipnotis, informasi semu, manuver bayang-bayang seolah masih kokoh, sesungguhnya telah rontok. Jokowi sadar atau tidak benar benar tersesat, rekayasa penyesatannya akan berbalik arah menjadi magma yg akan membakar dirinya.***