Belajar dari Kasus Rempang, Jakarta Perlu Identifikasi Konflik Agraria

Konflik agraria di Pulau Rempang dan seputaran Jakarta yang terjadi belakangan ini perlu dijadikan pelajaran penting agar konflik serupa tidak terjadi di Jakarta.

Untuk itu, kata anggota Forum Kewaspadaan Dini Masyarakat (FKDM) DKI Jakarta Achmad Fachrudin di Jakarta, kemarin, berbagai potensi konflik agraria yang terjadi di Jakarta perlu dideteksi, diidentifikasi, dicermati dan dicarikan solusinya.

Selain di Rempang, Batam yang kini kasusnya menjadi isu nasional hingga internasional, di seputaran Jakarta kasus mirip juga terjadi. Misalnya, konflik agraria antara warga Rumpin Bogor dan TNI AU dalam hal ini Lanud Atang Sanjaya atau ATS.

Diberitakan, ratusan warga desa menggelar aksi penolakan atas klaim TNI AU Cq. LANUD ATS terhadap lahan mereka pada Rabu, 4 Oktober 2023.
Masih menurut Achmad Fahruddin, selain konflik agraria di Rumpin, ada juga konflik Proyek Strategis Nasional Kampus Universitas Internasional Indonesia (UIII) di Kecamatan Sukmajaya, Depok. Di lokasi lahan ini yang bersengketa adalah warga mengaku ahli waris.

Kuasa ahli waris tanah Kampung Bojong Malaka, Yoyo Effendi, mengatakan pihaknya sampai saat ini belum memperoleh ganti rugi. Apabila pemerintah tidak merespons tuntutan, mereka mengancam akan mengambil alih lahan tanah tersebut dan akan mengusir pihak Kementerian Agama serta UIII.

Lalu, lanjut Fahruddin, di Jakarta, muncul sengketa lahan Hotel Sultan  di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta. Tanah yang sempat jadi sengketa adalah kawasan lahan sengketa Blok 15 kawasan GBK yang saat ini berdiri Hotel Sultan.

Tanah ini dikelola PT Indobuildco, hingga masa berlaku Hak Guna Bangunan (HGB) berakhir dan akhirnya tanah tersebut kembali ke tangan negara.

Namun pihak Kuasa hukum PT Indobuildco menolak pengosongan hotel yang berada di Blok 15 kawasan GBK tersebut karena PT Indobuildco telah mengajukan pembaruan Hak Guna Bangunan (HGB) kepada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), setelah perusahaan tersebut mengelolanya selama 50 tahun terakhir.

Lagi, di Jakarta Barat, tepatnya di Lahan Taman Kumbang Sereh di Jalan Irigasi RT 07 RW 01, Pegadungan, Kalideres, Jakarta Barat, terjadi kasus agraria. Namun di sini kasusnya agak unik. Karena diduga dibeli sendiri oleh Pemprov DKI Jakarta. Dan ternyata masih bersengketa hingga saat ini.

Hal itu disampaikan Madsanih Manong selaku kuasa hukum dari Achmada Benny Mutiara selaku ahli waris yang mengklaim pemilik sah dari lahan yang kini dibangun Taman Kumbang Sereh oleh Dinas Pertamanan dan Hutan Kota.
Itu semua hanya sedikit dari kasus agraria yang sempat terungkap ke permukaan dan jagat digital.

“Sementara di bawah permukaan dan tidak terungkap di jagat digital, berpotensi masih banyak. Kasus-kasus agraria semacam ini memiliki potensi konflik horisontal yang bisa berdampak kepada terganggunya integrasi dan kohesi sosial, terlebih lagi masa Tahapan Pemilu saat ini,” tegas Fahruddin.

Karenanya dengan munculnya kasus Rempang, Rumpin atau Hotel Sultan, Fachrudin mendorong agar Pemprov DKI mengerahkan aparatnya dan berkoordinasi dengan para pihak untuk mengidentifikasi dan memberi solusi atas problem agraria, yang dikenal sangat kompleks, krusial dan rawan.