Demokrat Harus Belajar dari PKS

Oleh: Trimulok

Setelah diumumkan pasangan AMIN (Anies dan Cak Imin) partai Demokrar meradang. SBY langsung melakukan press released yang mengatakan bahwa Anies telah berkhianat bahkan dianalogikan sebagai musang berbulu domba. Sikap Demokrat ini justru sangat merugikan partainya sendiri karena menunjukkan sikap reaktif yang berlebihan dan memunculkan kesan seolah olah bahwa tujuan Demokrat berkoalisi dengan Anies, PKS dan NasDem semata mata hanya untuk meloloskan AHY menjadi cawapres padahal dalam dunia politik Indonesia tak mungkin hitam dan putih masih ada warna warna campuran di sana.

Bukan maksud memuji PKS atau penulis adalah kadernya. Ada beberapa contoh hal yang dapat diambil pelajaran oleh partai partai di Indonesia terutama Demokrat pada situasi kecewa saat ini.

Pertama pada kasus pencapresan SBY pada pilpres 2009, awal disepakati oleh koalisi bahwa cawapres SBY adalah HNW (Hidayat Nurwahid) namun di tengah jalan dan secara tiba tiba HNW digantikan oleh Budiono. Apakah PKS marah? Tidak malah terus mendukung SBY sampai berhasil menjadi presiden.

Kedua pada pilpres tahun 2014, kita masih ingat bagaimana Prabowo lebih memilih Hatta Rajasa sebagai wakilnya dibandingkan calon PKS dan pada tahun 2019 masih ingat di kepala kita bagaimana PKS atas saran ulama menyodorkan Ustadz Salim Segaf dan UAS sebagai cawapres mendampingi Prabowo namun ditolak dan justru memilih Sandi rekan satu partainya Sandiri. Apakah PKS ngambek dan menuduh Prabowo berkhianat? Tidak justru masih bertahan dalam kesepakatan bersama dan terus mendampingi pak Prabowo Mengawal C-1 nya.

Ketiga, pada kasus pilkada banyak juga contoh PKS legowo pada keputusan yang merugikan dan terkesan penghianatan bagaimana pada Pilkada Sumatera Utara dan Jawa Barat PKS harus mengalah memberikan cagub Koalisi kepada Gerindra. Atau contoh pada kasus Pilkada Jakarta bagaimana Pak Mardani Ali Sera yang berbulan bulan disosialisasikan dan disiapkan sebagai cagub Jakarta harus mengalah kepada Anies Bawesdan demi kemaslahatan umat kala itu.

Masih pada Pilkada Jakarta bagaimana PKS dikhianati pada jabatan Cawagub yang ditinggalkan Sandi yang awalnya secara tegas memberikan pada kadernya namun ditengah jalan ditikung diganti oleh kader Gerindra yang sudah dipersiapkan sebelumnya. Apakah PKS marah dan ngambek.. Jawaban tidak karena ada hal yang jauh lebih penting dari jabatan yaitu Kemaslahatan rakyat.

Dari benturan benturan keras yang dialami PKS diatas kita dapat menyimpulkan bahwa walaupun politik bertujuan untuk meraih kekuasaan namun bukan segalanya masih ada batas batas agama dan norma disana.

Niat berpolitik tidak hanya semata mata meraih kekuasaan namun ada nilai kebaikan dan ibadah disana maka jika di tengah jalan dia merasa dikecewakan dan dikhianati selama masih ada di rel kebenaran dan bermanfaat bagi rakyat banyak rasa rasa kecewa seperti itu bukan masalah yang besar hanya bunga bunga mimpi saja.

Pinggiran Jakarta, suatu malam Sabtu 2 September 2023.