Mabok Kuasa, Gibran Tantang KPK dan Oposisi

by Faizal Assegaf (kritikus)

Gebrakan para tokoh oposisi mendesak KPK usut Jokowi dan kedua anaknya. Menyulut kepanikan Istana. Seruan itu memantik rakyat bersatu dan bangkit melawan kejahatan korupsi.

Sementara di lingkaran kekuasaan, Prabowo dan Ganjar asyik berlomba mengemis pengaruh Jokowi. Saling sikut dan hujat dipamerkan tanpa rasa malu. Publik dibuat resah dan muak.

Di tengah situasi itu Anies Baswedan dan rakyat makin solid dan masif bergerak menyatukan potensi. Di seluruh daerah, desakan perubahan kencang bergulir. Melawan ketidakadilan.

Kemarahan rakyat dipicu oleh praktek politik ‘dinasti Fir’dodo’. Tentang watak kebohongan, kemunafikan dan kerakusan. Negara seolah menjadi lapak empuk kepentingan peribadi dan kelompok.

Aneka pesta korupsi dan dansa politik kekuasaan yang sangat culas, tanpa henti disuguhkan. Tak peduli rakyat menjerit, hidup semakin sulit oleh segala rupa beban sosial-ekonomi.

Situasi tak elok itu, wajar bila para tokoh nasional, aktivis pergerakan, mahasiswa dan seluruh elemen perubahan terpaksa turun gunung. Beberapa hari lalu gedung KPK diserbu.

Selain Jokowi, nama Gibran dan Kaesang menjadi fokus perlawanan. Diduga terlibat aneka skandal korupsi dan kolusi. KPK didesak bertindak adil dan transparan. Jangan tebang pilih!

Seperti biasa, Gibran kembali ngenyel dan ngeles. Terkesan semakin mabok kuasa, berceloteh menantang KPK dan oposisi: “Laporkan saja kalau ada bukti”.

Di balik tembok kekuasaan, Gibran seolah merasa sangat perkasa. Dia lupa, waktu semakin bergerak cepat mengusir bapaknya keluar dari Istan. Di saat itu, hukum akan berdiri tegak.