Rezim Tipu-tipu dan Kepalsuan

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Menyaksikan tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan para pejabat kita awalnya menggelikan, mengesalkan tapi lama-lama makin menjengkelkan. Bukan saja prilaku Jokowi yang terus bermanuver dan bersandiwara, tapi anak buahnya ikut-ikutan. Bagaimana Eric Tohir dan Basuki Hadimulyono bermain drama mencela JIS dengan bilang tidak standar, padahal belum tahu persis JIS dan tidak paham cara menilainya. Bahkan Eric terus menerus melakukan tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan di berbagai tempat. Soal ATM yang dipenuhi foto Eric, para pegawai BUMN yang dijadikan buczzer rp, manuvernya bersama para Banser, demikian juga soal gelaran Moto GP di Mandalika yang mengeluarkan dana jor-joran dan merugi tapi dipeti eskan.

Demikian juga kasus Moeldoko yang ingin membegal Demokrat sungguh menggelikan dan menjengkelkan. Seorang Jenderal yang pernah jadi Panglima TNI tapi arogan dan tidak punya rasa malu untuk bermain sangat kotor dan menjijikkan.

Kasus korupsi BTS yang menyeret banyak petinggi negeri, Menteri, pejabat, politisi, anggota Dewan dan Keluarga tokoh partai tapi dibuat sandiwara yang penuh tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan..

Dan masih banyak lagi

Era Jokowi adalah era paling kelam dalam hal menegakkan kebenaran, kejujuran, dan keadilan semenjak Presiden ke-1 sampai ke-7. Semua sendi kehidupan penuh kepalsuan, hipokrit, dan hilangnya akal sehat para pejabat kita. Yang dipertontonkan para pejabat kita adalah egoisme, hidup dalam kemunafikan, ambisius, memperturutkan hawa nafsu, serakah dan senang mendzalimi orang lain. Semua itu seolah sudah menjadi budaya dan karakter pejabat Jokowi.

Jika ada yang mencoba jujur dan melawan arus, tidak perlu menunggu lama maka nasibnya akan nahas. Ada sorang kepala sekolah yang dipecat gubernur gara-gara nemungut infak untuk pembangunan masjid, ada seorang professor yang dipecat gara-gara menyuarakan kebenaran, ada seorang kolonel yang dipenjara gara-gara membongkar bobrok institusinya, ada seorang Pandam yang dimutasi ke jabatan yang tidak strategis gara-gara suaranya yang kritis, demikian juga dalam kasus Gus Nur dan Bambang Tri yang menjadi korban konspirasi pengadilan. Kiranya masih terlalu banyak yang terjadi kalau mau disebutkan satu persatu.

Sementara itu, para pelaku kejahatan, koruptor, mafia, kriminal, bahkan pelanggar konstitusi tapi jika dekat atau ada kaitannya dengan kekuasaan aman-aman saja.

Setiap kepalsuan pasti akan menimbulkan kekacauan, ketimpangan, dan ketidak-adilan. Satu kebohongan akan selalu diikuti oleh kebohongan-kebohongan yang lain.

Semua tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan berjamaah ini mungkin berawal dari seorang Jokowi yang latar belakangnya sangat misterius, baik latar belakang nasabnya maupun latar belakang pendidikannya.

Dari rekam jejak masa lalunya, ternyata Jokowi banyak meninggalkan jejak tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan. Wajar jika dalam hampir setiap ucapannya tidak bisa menjadi pegangan. Malah semuanya bisa serba terbalik. Sampai-sampai untuk memahami ucapan Jokowi pun, Prof. Azyumardi Azra (alm) menyatakan harus dengan logika terbalik. Misal, jika Jokowi bilang tidak berminat, maksudnya sangat berminat; jika Jokowi bilang tidak akan impor artinya impor; jika Jokowi bilang ekonomi maju, artinya terpuruk; jika Jokowi bilang negara baik-baik saja, faktanya sangat tidak baik; jika Jokowi bilang investor banyak masuk (over subscribe), faktanya nihil bahkan banyak yang kabur; jika Jokowi bilang tidak cawe-cawe (statemen awal) nyatanya malah cawe-cawe, katanya untuk kepentingan bangsa dan negara, padahal untuk kepentingan pridadi dan keluarga.

Di era Jokowi negara ini dibuat dagelan, sansiwara. Sayangnya dagelan itu tidak menghibur tapi justru menjerumuskan. Sebuah pemerintahan yang tanpa tunduk kepada Undang-undang dan konstitusi, nilai-nilai agama (akhlak), moral, dan etika. Semuanya telah dicampakkan jauh-jauh. Negara ini seolah tanpa aturan hukum, seperti hidup zaman barbar. Presiden memerintah semaunya sendiri, yang mengherankan semua menterinya (padahal ada yang bergelar profesor) manut saja, semuanya dibuat tunduk kayak robot. Atau mereka beralasan karena motto Jokowi kan : Tidak ada visi-misi menteri, yang ada visi-misi Presiden? Celakanya, Presidennya tidak punya jiwa nasionalisme dan kemandirian, sehingga selalu tunduk pada kepentingan “penjajah” oligarki taipan dan China komunis. Dan para menterinya pun telah dibuat dungu. Era Jokowi adalah era kedunguan, dan kepalsuan , era di mana negara seolah tanpa aturan hukum dan korupsi yang ugal-ugalan.

Negara dalam status darurat restorasi (perubahan), restorasi dari tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan menuju kebenaran, kejujuran, dan keadilan, karena saat ini kerusakan sudah sangat parah.

Sedangkan lembaga-lembaga negara yang seharusnya berfungsi mengontrol, mengawasi, dan menegur Presiden malah ikut berkonspirasi dalam satu kubangan kolam tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan dan bagi-bagi uang (proyek) haram.

Adakah semua ini berawal dari tidak dipenuhinya kriteria dari seorang pemimpin ? Mengapa seorang yang : penuh kepalsuan, kebohongan, asal usul yang tidak jelas, tidak punya kecerdasan, dan bagian dari islamopobia tapi masih bisa lolos memimpin negeri ini ?.

Inilah awal kebobrokan dan kehancuran negara dan bangsa Indonesia.

Lembaga Negara seperti KPU, BAWASLU, dan MK, dan MA serta lemnaga legislatif DPR/MPR adalah lembaga paling bertanggung jawab dunia dan akhirat atas kehancuran Negara dan bangsa ini. Di era Jokowi semua lembaga negara seolah lumpuh dan tidak memiliki kredibikitas. Negara telah hancur dalam semua aspek kehidupan, karena kemerdekaan telah dijual kepada “penjajah” China.

Saatnya stop tipu-tipu, kebohongan dan kepalsuan. Saatnya Rezim Jokowi diganti : mundur atau dimundurkan?.

Tahun 2024, jangan beri kesempatan memilih pemimpin yang tidak memenuhi kriteria, pemimpin yang tidak punya : kapasitas, kompetensi, kecerdasan, akhlakul karimah dan moralitas, serta tidak mumpuni.

Jangan korbankan harga diri bangsa dan negara hanya demi memuaskan kepentingan pribadi seseorang atau sekelompok orang yang akhirnya seluruh rakyat harus menanggung beban penderitaan dalam jangka waktu yang sangat lama.

Mari kita bulatkan tekad untuk berubah menuju yang lebih baik dan bermartabat.

Bandung, 4 Muharram 1445