Beathor Usulkan Pembatasan Masa Jabatan Anggota Parlemen

Masa jabatan anggota dewan atau parlemen perlu dibatasi agar memberikan kesempatan kepada kader partai politik untuk berkiprah di legislatif.

“Ketua Umum Partai Politik untuk membuat resep pembatasan menjadi anggota dewan atau parlemen,” kata Penasihat Repdem Beathor Suryadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (7/7/2023). “Partai Politik adalah satu satunya organisasi yang menjadi candradimuka melahirkan proses untuk menjadi pemimpin pemerintahan atau eksekutif,” jelas Beathor.

Sementara itu, kata Beathor, belum ada aturan tentang berapa lama anggota dewan menjabat di parlemen. Pergantian selama ini terjadi akibat proses hukum terhadap anggota dewan terkait kasus.

“Sebagai partai kader seharusnya ada kepastian waktu tentang berapa lama petugas partai di parlemen,” papar mantan tahanan politik era Soeharto.

Menurut Beathor, seseorang berhasil menjadi anggota dewan berkat kerja dari kader partai politik yang menjalankan konsep gotong royong.

“Regenerasi kader itu terjadi di daerah pilihan/dapil, hasil kerja kemenangan kader adalah wujud terlaksananya konsep gotong royong antar kader, angka komulatif kerja tersebut berbuah jumlah kursi parlemen yang diperoleh,” ungkap Beathor.

Dari sejak 1999 Pemilu Era Reformasi, hingga 2024 ini, telah menghasilkan sosok anggota Dewan yang akan menang 5 kali.

“Anggota yang telah menang berkali-kali di dapilnya, dapat dipastikan akan terpilih kembali pada 2024 ini, mereka menguasai lokasi, paham kebutuhan komunitas pemilihnya, bersahabat dengan para tokoh di setiap desa, apa lagi jika menjadi pengurus partai,” jelasnya.

Kata Beathor, kehadiran pendatang baru di sebuah dapil dapat mengairahkan warga, tapi untuk menang dengan angka di atas 50 ribu suara bukan sesuatu yang mudah dan butuh biaya cukup besar.

Bagaimana kebijakan ketua partai/DPP untuk melakukan regenerasi kader agar terjadi penyegaran situasi parlemen untuk tidak menjadi kantor perkumpulan orang-orang tua di atas 65 tahun?

Partai ingin menang di setiap dapil adalah target, bahwa yang bisa melakukan itu adalah kader yang sudah menguasai lokasi berkali-kali menang.

“Dengan Pemilu dan Pilpres serentak ini, seharusnya partai sudah menghitung calon-calon menteri kabinet yang diusung dari komisi mitra Pemerintah. Mereka sudah 20 tahun atau lebih memahami kondisi kementerian yang menjadi mitranya, dibanding kandidat calon menteri dari unsur profesional. Yang ujug-ujug dilantik jadi menteri,” kata Beathor.

Ia mengatakan, pergantian antar waktu terjadi di dapil jika kadernya menjadi menteri. Kader dengan jumlah angka perolehan suara berikutnya dilantik menjadi anggota dewan di parlemen.

“Proses seperti itu adalah wajar, tapi jika partai kembali kepada perannya sebagai lembaga yang melahirkan pemimpin bangsa ada baiknya setelah Pemilu, setelah dipastikan kemenangannya, apakah ketua Partai melalui DPP-nya berani melakukan PAW besar besaran, mengganti anggota kadernya?”

Selanjutnya, kata Beathor, kader yang menang 5 periode mengundurkan diri, lalu memberi kesempatan kader di dapil tersebut untuk dilantik berdasarkan pilihan DPP atau berdasarkan suara terbanyak berikut dari angka KPU.