Negara Bohong-bohongan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Dengan meluasnya kebohongan dan tendensi kekuasaan “timokrasi” (gila popularitas), dalam tata kelola negara cenderung mengedepankan proyek mercusuar di rekayasa kehebatan hanya di permukaan di dalam semuanya kopong dan keropos.

Saat ini sangat mudah terbaca menjadi role model para pejabat untuk memuaskan syahwat berkuasa harus tampil totalitas dalam berdusta atau berbohong.

Lenin mengatakan: “kebohongan yang di ucapkan dan diajarkan terus menerus dikemudian hari akan dianggap sebagai sebuah kebenaran”

Peneliti menghubungkan, kebiasaan berbohong dapat meningkatkan resiko gangguan kecemasan, depresi dan sumbatan pada kepribadian dan akal sehatnya.

Apabila seseorang rekam jejak, gagasan, karya dan kepribadiannya bermasalah, di situ akan muncul kebohongan.

Jalan keluar untuk mempertahankan diri adalah pencitraan dan terus berbohong. Produksi kebohongan, hanya soal waktu akan terbongkar karena sepanjang waktu akan terus-menerus bertatapan dengan kenyataan. Ketika pertahanan percaya dirinya rontok, keadaan akan berubah menjadi pesakitan.

Kebiasaan berbohong akan menerpa dalam dirinya: kehilangan kepercayaan, selalu merasa gelisah, bimbang, peragu, menimbulkan masalah baru dan akan kesulitan berkata jujur.

Lebih dramatis dalam psikologi, Mythomania syndrome. Orang dengan kondisi sering dan terus menerus berbohong, bahkan dirinya memercayai dusta yang diucapkannya, sehingga tak bisa membedakan lagi mana yang fiktif dan mana yang nyata.

“Anton Delbrueck”, seorang psikiater asal Jerman. Pada tahun 1891 menamakan pseudologia fantastica untuk menggambarkan sekelompok pasien yang kerap membual disertai unsur khayalan atau fantasi dalam cerita mereka.

Secara psikologi Mythomania adalah keadaan seseorang yang suka berbohong dalam jangka waktu yang lama dan terus berbohong.

Jokowi pikirannya hanya power : bagaimana mengirimkan kekuatan dan bagaimana mengamankan dan memperpanjang kekuasaannya . Tidak lagi peduli mana yang baik, benar, jujur dan mana yang bohong.

Diduga kuat Jokowi sudah tidak merasakan dan tidak tahu lagi mana bohong dan berkata jujur. “Celaka: negara Indonesia berubah menjadi negara bohong bohongan.”