Mahasiswa Melaporkan Sembilan Tokoh Oposisi, Terindikasi Dimanfaatkan Pihak Lain

Oleh: Memet Hakim (Pengamat Sosial dan Ketua Wanhat APIB

20 June 2023, mediaindonesia.com menaikkan berita menarik yakni : Koordinator Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila , Farid Nurfadillah telah melaporkan 9 tokoh oposisi ke Polda Jawa Barat yakni Moedrick S Sangidu, Amien Rais, Rizal Fadhilah, Muhammad Taufiq, Syahganda Nainggolan, Eggi Sudjana, Syukri Fadholi, Deddy S Budiman dan Ustaz Ahmad Khozinuddin”. Para tokoh itu diduga telah menyebarkan ujaran kebencian dan ajakan makar.

Menurutnya sebagai bukti awal, dalam laporan itu, kami melampirkan video yang berisi pembuatan dan penyebaran ujaran kebencian, serta ajakan untuk mengerahkan people power,” tambah Farid. Sementara itu, dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila menilai people power hanya dijadikan sebagai istilah lain guna melakukan tindakan makar. Sepengetahuan penulis para tokoh ini tidak bisa membuat dan menyebarkan isi orasi mereka, yang membuat dan menyebarkannya tentu media yang hadir. Biasanya jika sudah berumur tentu gaptek, berbeda dengan yang masih muda pasti cekatan terhadap perkembangan digital.

Menariknya di mana?
Pertama mereka yang mengatasnamakan “Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila” sebenarnya mereka anti Demokrasi dengan adanya pelaporan tersebut. Apalagi dengan membawa Pancasila semakin tidak jelas maksudnya dengan pelaporan tersebut. Namanya mahasiswa biasanya cerdik dan berpikir cerdas. Tidak jelas juga di mana mahasiswa ini studinya dan di mana sekretariat organisasi ini.

Istilah menyebarkan ujaran kebencian dan makar biasanya digunakan oleh aparat atau petugas kepolisian yang bisa diartikan sangat luas, rasanya ini bukan bahasa mahasiswa. Nah sampai disini juga terlihat ada yang aneh. Bahasa mahasiswa biasanya dapat dibedakan karena khas anak muda dan kreatif. Hal lain yang aneh adalah Farid Nurfadillah dkk minta agar ke-9 tokoh tersebut mengakui bahwa Pancasila & Undang-Undang Dasar 1945, padahal itulah yang sedang diperjuangkan oleh para tokoh ini, karena Pancasila dan UUD 45 tidak dijalankan dengan baik oleh rejin sekarang ini. Tentu ini bukan bahasa mahasiswa juga.
Ada ancaman “jika tuntutan ini tidak dipenuhi, kami akan melakukan tindakan lebih tegas guna menjaga pemerintahan yang sah,” tandas Farid. Ini jelas sekali bukan Bahasa mahasiswa tetapi bahasa aparat yang terkait hukum.

Kesembilan orang yang dilaporkan ini jika dilihat dari segi usia adalah kakek dan orang tua mereka, yang sedang berjuang untuk masa depan anak dan cucunya kelak agar tidak menjadi kuli atau budak dari bangsa asing. Sementara kita ketahui secara umum bahwa pemerintahan Jokowi ini sangat pro RRC (Lihat kasus TKA, Hutang dan Proyek2 yang menyusahkan rakyat seperti IKN, KA Cepat, Subsidi Kendaraan Listrik, tidak suka terhadap Agama Islam, dll, dll).

Farid Nurfadillah dkk, justru memperlihatkan ketidak pahaman tentang hal diatas. “People power” adalah nama lain dari aksi, unjuk rasa, demontrasi yang dijamin kebebasannya oleh UUD 45 Pasal 28 yakni : Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang: Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

Jadi People power itu dilindungi Undang-undang, tentu boleh dilakukan. Jadi tuduhan Aliansi Mahasiswa Pro Demokrasi Pancasila yang menilai mereka telah berupaya menggulingkan kekuasaan atau makar, yang tentu saja melanggan Undang-Undang, tentu saja tidak pas dan tidak benar.

Menyampaikan pendapat itu bukan makar. Para tokoh oposisi ini tidak punya senjata, tidak punya uang dan hanya memiliki semangat untuk menjaga negara ini dari ancaman pihak Asing lewat rejim yang saat ini berkuasa. Mereka “tidak ingin” anak cucunya atau generasi muda seperti Farid Nurfadilah ini cuma jadi kuli dari bangsa lain, miskin dan diperlakukan tidak adil. Seperti yang kita ketahui bahwa orang miskin (garis kemiskinan pendapatan Rp 20.000/hari) masih ada sekitar 27 juta orang. 50 % penduduk RI hanya berpendapatan sekitar Rp 150.000/hari. Pendapatan 4 orang terkaya di negeri kita sama dengan kekayaan 100 juta orang termiskin.

Nah akhirnya kita berpikir apakah Farid Nurfadilah ini bertindak sendiri atau ada yang dibelakangnya. Semoga aja mahasiswa itu berjalan sendiri, tidak ada yang mengendalikannya. Kenapa demikian ? Karena di belahan bumi dimanapun yang namanya mahasiswa itu jiwanya dinamis dan selalu protes jika dirasakan ada kebijakan pemerintahannya yang kurang baik. Farid Nurfadillah dkk, sebagai mahasiswa justru memperlihatkan yang sebaiknya. Jadi ada apa sebenarnya ya.

Di lain pihak yang dilaporkan oleh Farid dll ini memiliki ijazah asli, kalau tidak salah di dalamnya ada 2 orang Profesor, seorang Jendral dan 3 orang advocat senior dan tokoh pergerakan yang sangat cinta pada negara ini. Mereka semua adalah para pejuang yang ingin melihat negara RI ini tetap ada dan berdaulat penuh, mereka sangat menguasai UUD 45 dan Pancasila secara detil dan yang pasti mereka tidak ingin dijajah oligarki dan dijajah bangsa lain. Nah sang pelapor malah belum jelas studi dan perkumpulannya.

Pertanyaan lain, jika memang mereka adalah mahasiswa pro demokrasi, mengapa tidak mengundang para tokoh itu berdiskusi, berdebat tentang apa yang dimaksud oleh para tokoh oposisi ini. Jika sedikit sedikit lapor, sedikit sedikit lapor sangat diduga mahasiswa ini merupakan suruhan kelompok lain. Sayang sekali jika demikian, nama besar mahasiswa calon pemimpin dimasa depan dijual murah.

“Menurut kami, people power hari ini tidak bisa diterapkan pada pemerintah Presiden Joko Widodo. Pasalnya, pemerintah saat ini tidak semaunya sendiri menentukan isi politik masyarakat. Pemerintah membuka lebar saluran demokrasi dan tidak menerapkan totalitarianism absolut,” lanjut Farid.

Lagi-lagi bahasa seperti ini mengindikasikan bahwa Farid dkk telah digunakan pihak lain sebagai pihak pelapor. Apalagi jika dilihat kejadiannya di Solo, laporannya di buat di Bandung. People power adalah saluran demokrasi yang dilindungi undang undang, people power itu bukan makar. Pemahaman ini kok bisa sama dengan pemahaman petugas keamakan ya ? Ada apa sih ?
Penulis sangat prihatin dengan adanya kasus pelaporan yang mengatas namakan mahasiswa calon pemimpin di masa depan seperti ini, terindikasi bahwa ada pihak lain yang memanfaatkan nama mahasiswa untuk kegiatan politik praktis.

Bandung, 23 Juni 2023