Ubedilah Badrun Cabut Pengaduan KPK Kasus Gibran-Kaesang?

by M Rizal Fadillah

Pertanyaan dari judul diatas berhubungan dengan pandangan atau upaya yang dilakukan Adhie Massardi untuk melobbi rekannya Ubedilah Badrun agar mencabut pengaduan ke KPK atas dugaan korupsi Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

Alasannya adalah bahwa gonjang-ganjing politik Jokowi selama ini berpotensi membahayakan demokrasi. Menurutnya episentrum dari gonjang-ganjing itu adalah pengaduan anak Presiden oleh aktivis pergerakan kampus ke KPK. Adhi berharap bila pencabutan dilakukan maka Jokowi bisa legowo meninggalkan Istana dan kembali ke Solo. Pemilu 2024 dapat berlangsung bebas, jujur dan adil.

Pandangan Adhie Massardi ini dinilai terlalu menyederhanakan masalah dan kurang tepat, karena :

Pertama, pengaduan Ubedilah Badrun bukan bersifat pribadi apalagi sentimen atau berdasarkan kebencian, akan tetapi berangkat dari kepentingan publik. Dugaan korupsi Gibran-Kaesang menurut Adhi sendiri “data, fakta dan dokumen hasil penelitian Ubed atas kasus KKN anak-anak Presiden adalah tepat dan akurat”.

Kedua, pengaduan Ubedilah Badrun bukan kasus perdata atau delik aduan (klacht delict) yang selesai dengan pencabutan. KPK yang telah menerima laporan berdasarkan “data, fakta dan dokumen tepat dan akurat” harus memprosesnya. Jika KPK menghentikan kasus, maka harus beralasan hukum apakah kasusnya bukan pidana atau memang kurang bukti. Bukan berdasar pencabutan dari pengadu atau pelapor.

Ketiga, bila Ubed mencabut pengaduan kepada KPK maka akan berpengaruh terhadap integritas Ubedilah Badrun. Asumsi pengaduan adalah episentrum dari sikap membahayakan demokrasi Jokowi itu belum tentu benar. Demikian juga dampak pencabutan bagi langkah “adil, jujur dan legowo” Jokowi tidak memiliki jaminan dan kepastian. Yang pasti adalah rusaknya integritas seorang Ubedilah Badrun.

Keempat, biarlah Gibran dan Kaesang ditunggu prosesnya di KPK hingga mendapat kepastian hukum. Bila ganjalannya adalah status ayah yang sebagai Presiden, maka pasca lengser nanti baik melalui Pemilu atau sebelumnya proses dugaan korupsi Gibran-Kaesang dilanjutkan.

Kelima, jika episentrum sikap “ngawur” Jokowi adalah pengaduan Ubed, tentu menjadi tergambar karakter buruk Jokowi yang “nepotism” dan lemah menghadapi persoalan anak atau keluarga. Lebih mementingkan keluarga ketimbang negara. Tidak layak untuk menjabat sebagai Presiden, apalagi hingga selesai di tahun 2024.

Jokowi bersama Gibran dan Kaesang telah terbaca oleh publik sebagai profil yang inkonsisten atau “mencla-mencle”. Berita di bawah ini menjadi saksi.

Media Indonesia September 2018 menulis “Gibran Tak Tertarik Masuk Politik Maupun Timses”. Pada tahun yang sama Kumparan News mengutip ucapan Gibran “Kasihan Rakyat Kalau Ada Dinasti Politik”. Tribun news : “Jokowi : Anak Saya Tak Ada yang Tertarik Politik”. Dan Rmol.Id membuat judul “Kaesang Mending Jadi Pengusaha Pekerjakan Banyak Orang Ketimbang Masuk Politik”.

Biarlah anak-anak Jokowi menerima sendiri risiko dari pilihan kariernya di bidang politik termasuk menghadapi pengaduan dari Ubedilah Badrun ke KPK. Jika tuduhan tersebut hendak dibantah, mudah saja tinggal membuktikan. Begitu juga sebagai orang tua Jokowi mesti memberi contoh kepada putera-puteranya agar selalu bersikap jujur, adil, amanah dan tidak korup.

*) Pemerhati Politik dan Kebangsaan

Bandung, 14 Juni 2023