No Anies No Election

Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Jokowi terus berhalusinasi kalau Pemilu 2024 harus tanpa Anies, sementara dukungan terhadap Anies justru makin tak terbendung. Merasa paling berkuasa dan semua orang dianggap bodoh dan bisa takluk di bawah kendalinya, arogansi Jokowi makin menjadi-jadi. Dia tidak sadar bahwa perputaran kekuasaan sudah jadi kepastian (sunnatullah). Jokowi mau pongah untuk melawan (ketentuan) Allah ?

Jokowi telah menjadikan Indonesia jadi negeri tanpa aturan, negeri suka-suka, apa pun bisa terjadi jika itu dikehendaki rezim, karena hukum dan aturan cuma jadi mainan penguasa. Aneh memang, indonesia yang semenjak Kemerdekaan Tahun 1945 adalah negara yang terikat dengan UUD 1945, saat ini UUD 1945 nya sendiri sudah diacak-acak, apalagi Undang-undang dan aturan hukum yang lain, cuma dibuat untuk kepentingan kekuasaan dan oligarki Taipan.

Dua kali pemilu yang terjadi adalah rekayasa dan kecurangan. Merasa berhasil dan masih belum puas, maka tahun 2024 akan diulangi lagi.

Tapi tahun 2024 tidak akan sama dengan tahun 2019, di mana utak-atik datanya bakal semakin sulit karena dengan majunya 3 capres dan selisih suara antara Anies dengan capres lain bisa sangat signifikan, maka sangat sulit dilakukan kecurangan. Akhirnya pikiran dangkalnya muncul : capres yang tidak bisa diatur harus disingkirkan. Dibuatlah berbagai skenario : mulai dari membeli lembaga survey, menyewa pengamat dan akademisi, membayar buzzer rp, menggerakkan relawan Musra, memainkan lembaga-lembaga negara (KPU, BAWASLU, KPK, MK, MA, KEJAGUNG, DPR/MPR), sampai upaya “pembunuhan” terhadap capres tersebut.

Lembaga Survey (bayaran) boleh-boleh saja menipu rakyat dengan menggelembungkan suara Prabowo dan/atau Ganjar dengan tingkat elektabilitasnya sampai 90% juga boleh, tapi apa yang terjadi di lapangan bukan seperti itu. Bukankah suara yang dipakai adalah suara yang real, suara yang baru diketahui setelah pencoblosan, bukan berdasar hasil survey ?

Sebagai contoh, Pemilu di Turkey dimenangkan oleh Erdogan, padahal menurut lembaga-lembaga survey setempat Erdogan kalah dari pesaingnya. Sama halnya waktu Pilgub DKI tahun 2017, menurut lembaga survey (bayaran oligarki taipan), pemenangnya itu Ahok-Jarot, sedangkan Anis-Sandi di posisi ke-3. Nyatanya, setelah dilakukan pencoblosan akhirnya Anies-Sandi lah yang menang.

Ada banyak laporan hasil survey dan polling yang lebih independen, seperti seperti ILC, CNCB, VOXPOL, IPO, GOOGLE TREND, Dr. Tifa, DLL. Tingkat keterpilihan Anies dari 60-83%

Sebagai bahan perbandingan : kalau lembaga-lembaga survey bayaran respondennya hanya 1200 dan tidak dijelaskan tentan netralitas mereka dan ada tidak upaya pengkondisian tertentu (misal dengan dibayar, diarahkan, atau dikelabui), sedangkan polling ILC respondennya mencapai 50 ribu, bahkan google trend respondennya mencapai 150 juta orang. Hasilnya Anies mencapai lebih dari 60%. Artinya, Anies bisa menang satu putaran dan ada kecenderungan suara Anies akan terus bertambah bisa mencapai 83-85%.

Rezim sangat tahu kalau Anies bakal menang, oleh karenanya Anies terus dijegal dengan berbagai macam tuduhan supaya rakyat percaya omongan rezim : Tuduhan Anies bagian dari politik identitas, radikal, ekstremes dan intoleran, dll. Stigma buruk tentang Anies oleh rezim semakin hari semakin tidak laku, bahkan elektabilitas real Anies makin melesat naik. Semua framing buruk tentang Anies oleh rezim Jokowi dipastikan bakal sia-sia.

Dengan rendahnya suara Prabowo dan Ganjar, jika Pemilu dipaksakan tanpa Anies, tidak akan berjalan karena suara rakyat yang memilih kurang dari 30 %. Hampir dipastikan, jika Anies dijegal (dengan memaksakan untuk mentersangkakan Anies di gelaran formula E atau pembegalan partai Demokrat oleh “pembegal” Moeldoko), tidak perlu lagi ada Pemilu, karena 85 % rakyat akan menolak Pemilu dan Jokowi bisa lengser lebih awal.

Anies sudah tidak bisa dibendung. Pilihan bagi (rezim) Jokowi hanya dua : lengser dengan terhormat dengan cara mundur dari sekarang, atau, akan terus berusaha cawe-cawe untuk menyingkirkan Anies, meng-endorse capres tertentu, dan merancang kecurangan di Pilpres 2024, yang pada akhirnya akan memantik kelengseran Jokowi (lebih awal), dan Jokowi akan dikenang sebagai Presiden paling jahat, culas dan pendusta ? Ingat, tidak selamanya manusia bisa berbuat zhalim sekehendak hatinya. Suatu saat pasti akan dan harus berhenti. Masa kejayaan Jokowi telah habis, sebentar lagi harus menanggung akibat atas dosa-dosanya yang tanpa kendali.

Manusia membuat tipu daya, Allah pun membuat tipu daya. Dan tipu daya Allah pasti yang akan menang

Bandung, 17 Dzulqa’dah 1444