Intervensi Jokowi Strategi Pemantik Chaos Skala Besar

Oleh: Memet Hakim, Pengamat Sosial dan Ketua Wanhat APIB

Koalisi plat merah vs Koalisi plat putih siapa yang akan menang ya ? Koalisi plat merah ada 6 partai, plus presiden, para menteri, aparat seperti polisi, buzzer, relawan dan dukungan konglomerat. Posisinya kuat sekali. Capresnya ada 2 orang. Koalisi plat putih didukung 3 partai dan relawan saja sebagai perwakilan dukungan rakyat.

Indikasi kekalahan koalisi plat merah ditandai dengan “terjebaknya PDIP memilih capres yang elektabilitasnya sulit didongkrak”. Indikasi kuat lainnya adalah “Jokowi yg semakin hari semakin panik”, terakhir malah menjagokan mantan rivalnya dulu sebagai capresnya. Kepanikan Jokowi sebagai presiden yang menabrak etika inilah merupakan indikasi terkuat kekalahannya. Indikasi lainnya gagalnya KPK untuk menahan wapres plat putih, bahkan sang ketua KPK yang dikuliti perilakunya oleh masyarakat.

Rencana perampokan Partai Demokrat oleh Moeldoko yang punya bintang 4 terhadap AHY sang mayor purnawirawan. Sejauh ini belum berhasil, tapi ada tanda bahwa MA akan mengabulkan gugatan Moeldoko. (https://www.youtube.com/live/kEYHJAs9_0s?feature=share)

Cawe cawe yang maksudnya menjegal capres dari kubu plat putih, tapi ternyata merupakan blunder terbesar dalan strateginya. Ini dapat memantik pertumpahan darah akibat perlawanan rakyat pada penguasa yang bertindak sewenang wenang. Tentu Jokowi tidak berpikir sendirian, ada juga para ahli strategi di sekitarnya.

Melihat hasil survey yang netral termasuk di google trend capres dari kubu plat putihlah yg selalu unggul.
Nah Jika para ketua partai jeli, harusnya kan berpikir jernih untuk menyelamatkan partainya. Apakah ada ketua partai yang ingin partainya kalah ? Tapi Kenapa justru ikut yang bakal kalah ? Lihat Nasdem yang berani melawan tekanan, diprediksi akan bertambah besar partainya, tidak terkecuali Partai Demokrat dan PKS.

Partai Golkar yg saat ini memiliki 85 orang anggota DPR jika tetap mengambang seperti saat ini, diprediksi akan mengecil dibawah Nasdem. Rakyat indonesia akan cepat bersimpati jika melihat ada tokoh/organisasi heroik yang terdzolimi. Apakah Golkar siap untuk.berkembang atau mengecil ? Itu memang pilihan. JK sebagai senior di Golkar terlihat sudah memberi sinyal untuk bergabung. Kalkulasi matematika : ikut jokowi cuma dapat menteri 2 tahun lagi, ikut koalisi perubahan bisa dapat 5 tahun, bahkan 10 tahun lagi.

Gerindra, mayoritas pendukungnya pindah ke koalisi perubahan, bahkan kata A. Dhani pemusik tersohor, ada 50 juta dari total 70 juta pendukung prabowo yg pindah menjadi pendukung koalisi perubahan. Jika akan mencalonkan capres sendiri, bisa dihitung sendiri, bagaimana akan menang jika cuma ada sisa sekitar 20 juta pendukungnya.

Perolehan suara 2019 ada 155 juta suara, yang 85 juta untuk Jokowi akan terurai 3 kelompok sbb ;
1. Kelompok pendukung capres pilihan PDIP, 30 Juta
2. Kelopok pendukung capres Gerindra, 30 Juta
3. Kelompok pendukung capres plat putih 25 juta

Perolehan suara untuk prabowo 70 juta suara akan terurai menjadi 2 kelompok sbb.:
1. Kelompok pendukung Capres Gerindra : 20 juta
2. Kelompok pendukung capres plat putih 50 juta

Perkiraan suara untuk Capres plat merah masing2 30 juta, suara untuk capres plat putih 25 juta + 50 juta = 75 juta. Dukungan dari Nasdem & Demokrat diperkirakan 25 juta suara
Jika ditambah dengan dukungan dari pecahan partai Golkar, PPP, PAN, PKB diperkirakan total 25 juta, maka jumlah suara 125 juta suara. Suara PKS tidak dihitung lagi karena sudah tergabung pada kelompok 50 juta. Suara pemuda 17-37 diperkirakan berkisar 80 kita orang merupakan pemilih rasional. Memang susah dibendung, apalagi semakin ditekan, akan semakin banyak pendukungnya.

Kedua partai ini (PDIP & Gerindra) sangat percaya pada hasil survey sendiri, yg memenangkan dirinya. Ini yang membuat percaya diri tidak pada tempatnya, salah kesimpulan dan salah kebijakan. Apalagi jika lingkar terdekatnya selalu memberikan data abs (asal bapak senang) ya memang repot, menggali kubur sendiri. Ingat reputasi negatif Jokowi sebagai presiden, bahkan survey kompas (bisa dianggap netral) menyatakan sementara 30,1 persen (ekivalen dengan 50 juta suara) menyatakan tidak akan memilih calon presiden yang disarankan oleh Jokowi.

Sebaliknya jika bergabung dengan koalisi perubahan, tentu akan terbuka peluang “menang bersama”. Ini soal partai, menyangkut gerbong yang panjang. Sekarang pun sudah jelas banyak para pendukung di kedua partai dan ini yg sudah jelas pindah haluan.

Prabowo jadi menteri di kabinet Jokowi saja bersedia, rasanya di kabinet koalisi perubahan juga seharusnya bersedia atau mungkin jadi bapak Bangsa saja. Erlangga demikian juga. Nah kenapa hal ini tidak dipertimbangkan ? Ingat partai manapun yang ikut koalisi perubahan diprediksi akan lebih baik dan sebaliknya ikut arahan Jokowi akan semakin ditinggal pendukungnya.

Bagaimana dengan partai lainnya ? PPP misalnya casingnya mendukung capres plat merah, tapi isinya memilih calon plat putih. Kasus yg sama juga terjadi di PAN. PKB sudah lama pecah, ada PKB Muhaimin yang terus bermanuver agar bisa jadi cawapres, ada PKB Yeny Wahid dan PKB Khofifah, keduanya terlihat berbeda dengan PKB Muhaimin.

Ditengah gonjang ganjing, jadi atau tidak nya pilpres tahun 2023, persiapan sebaiknya tetap berlangsung. Chaos bisa terjadi dan bisa mempercepat masa jabatan presiden, apabila ternyata capres dari koalisi perubahan digagalkan penguasa.

Chaos ini rupanya dinantikan oleh kedua belah kubu. Kubu plat merah merasa akan lebih mudah menciduk dan menangkap para tokoh pendukung kubu di koalisi perubahan. Kelak penjara akan dipenuhi oleh tahanan politik. Polisi RW sudah siap beraksi. Senapan2 yg diselundupkan akan muncul, tka Cina dan peranakan cina terlatih, akan bermunculan di mana mana.

Kubu plat putih yang marahnya pada penguasa terpendam, akan meledak dan dapat menggulung penguasa yang selama ini dinilai melanggar etika dan aturan. Urat takut mereka putus apabila harapannya terpupus oleh adanya intervensi presiden. Ini prediksi yang mengerikan jika cawe cawe Jokowi berhasil diwujudkan. Kubu plat putih akan menganggap terjadi perang kemerdekaan yang kedua kalinya.

Dampak chaos sulit diperkirakan, tapi yang pasti banyak korban. Konglomerat cina, pejabat yang dinilai korup akan terkena dampak langsung, jika tidak kabur ke Luar Negeri. Kepala Desa, Camat, bupati/walkot yang terlihat pendukung Jokowi akan terdampak juga.

Dimana posisi TNI ? TNI akan bersikap netral dan akan bertindak jika ada kecurangan dalam pemilu. TNI juga akan tetap bersama rakyat menjaga negeri dari orang2 yang akan merusak negeri ini.

Mengerikan, sangat mengerikan bahkan, jika manuver Jokowi terus berlanjut tanpa kendali. Semua pihak sebaiknya berupaya agar chaos tidak terjadi.

Bandung, Juni 2023