Lindungi Mafia Tanah, Beathor Minta Tim Percepatan Reformasi Hukum Menkopolhukam Mencabut 2 Permen ATR/BPN

Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan Menkopolhukam untuk mencabut dua peraturan menteri (Permen) Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yaitu pertama, Permen No 6 Tahun 2013 Pasal 12 tentang keterbukaan warkah tanah. Kedua, Permen No. 21 tahun 2020 terutama Pasal 37 ayat 3 di mana sengketa tanah melibatkan pengadilan.

“Keluarga Korban, menitipkan agar 2 penyebab perkara mereka tak selesai-selesai bertahun sebagai akibat dari Peraturan Menteri (Permen) ATR BPN. Pertama agar tim ini mencabut Permen No 6 tahun 2013 pasal 12 tentang keterbukaan Warkah Tanah,” kata Penasihat Repdem Beathor Suryadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Ahad (28/5/2023).

Permen kedua yang harus dicabut, kata Beathor, Permen No 22 Tahun 2020 terutama Pasal 37 ayat 3 di mana sengketa tanah melibatkan pengadilan. “Permen ini lebih cendrung melindungi kejahatan aparat BPN yang ikut memalsukan SHM lalu diproses ke Pengadilan,” tegasnya.

“Mereka yang paham mana asli mana palsu, kenapa dibawa ke Pengadilan,” papar tahanan politik era Soeharto.

Kata Beathor, 70 persen kasus mafia tanah terselesaikan jika dua permen itu dicabut Tim Percepatan Reformasi bentukan Menkopolhukam. “Jika Tem Percepatan Reformasi Hukum mampu mencabut dua permen ini, maka 70 persen kasus mafia tanah terselesaikan,” ungkapnya.

Kata Beathor, dua Permen itu menjebak warga yang berhadapan dengan mafia tanah maupun oknum pegawai ATR/BPN. “Menjebak warga dengan dua permen,” papar Beathor.

Ketua Panja Mafia Tanah Komisi II DPR RI, Junimart Girsang, mengungkapkan keberadaan dari Peraturan Menteri (Permen) Agraria Tata Ruang Badan Pertanahan Nasional nomor 21 tahun 2021 perlu untuk ditinjau atau di-review kembali. Pasalnya dinilai telah menjadi alat bagi para mafia tanah dalam bermain perkara di pengadilan.

“Yang pertama menyangkut Permen 21 tahun 2021 ini, keberadaan dari Permen ini telah menciptakan hambatan-hambatan di lapangan. Terlebih dalam penyelesaian konflik tumpang tindih kepemilikan tanah,” ujar Junimart Girsang dalam rapat kerja bersama Menteri ATR BPN Sofyan Djalil di Komisi II DPR RI, Kamis (17/2).

Lebih lanjut dikatakan Junimart, akibat dari keberadaan Permen tersebut. Banyak masalah pertanahan yang seharusnya dapat diselesaikan di luar pengadilan, harus berlanjut ke meja hijau. Hal itu, menurut Junimart, semakin memberi ruang bagi para mafia tanah untuk melancarkan aksinya untuk menguasai tanah yang bukan miliknya.

“Akibatnya Permen ini sekarang dijadikan alat bagi para mafia tanah untuk bermain perkara di pengadilan. Karena Permen ini mengharuskan penyelesaian masalah pertanahan harus melalui pengadilan,” lanjut Junimart.

Sementara di sisi lain, keberadaan pengadilan saat ini telah menjadi ladang bagi para mafia tanah. Para mafia tanah kerap kali menjadikan pengadilan untuk meraih legalitas kepemilikan tanah, melalui cara-cara kotor dii antaranya dengan mengkondisikan para penegak hukum bahkan oknum Hakim tertentu untuk menangani perkara mereka.

“Kedua di Pengadilan sekarang ini menjadi salah satu tempat bagi para mafia tanah, untuk mendapatkan legalitas atas tanah yang bukan hak mereka,” ujarnya. “Karena di pengadilan yang tidak punya hak juga bisa menang. Bahkan para mafia tanah itu bisa menunjuk oknum Hakim-hakim yang itu-itu saja, untuk memenangkan perkara mereka,” jelas politikus PDIP ini.