Turbulensi Pesawat Presiden dalam Bahaya

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

“Hatimu sejuk ketika segalanya tenang, namun kelak dunia yang menakjubkan, yang misterius akan membuka mulutnya bagimu, seperti ia akan membukanya bagi semua orang dan engkau akan menyadari bahwa cara caramu yang pasti ternyata sama sekali tidak pasti. Sikap pengecut menghalangi kita dari menelaah dan memanfaatkan nasib kita sebagai manusia” (Carlos Castaneda , 172)

Mengimpikan keselamatan atau mengharapkan masa depan yang lebih baik, harus berani menghadapi urusan di depan mata dengan jujur, tidak boleh menjadi pengecut.

Setiap masalah bukan berada pada orang di sekelilingnya, memainkan ada pada dirinya. Seorang pengecut selalu membela diri, ber-apologi menutup kelemahannya dengan cerita bohong, melempar kesalahan, kelemahan dan kelemahannya kepada orang lain, semuanya akan sia

Kematian adalah misteri, bisa lupa kematian manusia bisa datang setiap saat. Mimpi hidup tidak akan berahir manusia bisa menjadi liar memburu kekayaan, kekuasaan dengan segala cara seolah akan hidup selamanya.

Ilusi waktu yang tak terbatas dan kehidupan yang kosong nilai nilai agama, sangat mudah masuk pada kehidupan hedonis, Hidupnya menjadi liar asal mendapatkan kekuasan, kesenangan, kebahagiaan dengan standar hidup dunia semata.

Jokowi harus menyadari kekuasaan ada batasnya, dan imbas dari kekuasaan baik dan buruk tidak bisa di definisikan dengan rekayasa buatan, apalagi dengan sikap pengecut. Apabila nilai keberhasilan kepemimpinan hanya dengan standar manipulasi angka angka survey sewaan, itu pengecut.

Jokowi telah berada di medan maut secara terbuka terkepung pada pilihan sulit. Penilaian kegagalan dalam mengelola dan mengendalikan kekuasan adalah hak mutlak pemilik mandat kekuasaan yaitu rakyat

Kegagalan sebagai presiden adalah semacam bentuk kematian psikis yang terus menerpanya. Apabila ada kesadaran memperbaiki mungkin bisa landing dengan aman. Hanya dengan waktu dan rekan jejak selama ini harapan landing dengan mulus akan kesulitan.

Turbulensi pesawat berpotensi oleng indikasi politiknya sangat besar dan kuat, presiden harus menanggung resiko politik terburuk sepertinya tidak bisa di hindari.

Terpulang pada Jokowi sendiri, apa yang harus terjadi pasti akan terjadi, sekedar membaca, merenung adalah sia sia.

Akan selamat atau binasa, adalah ketika mengetahui ada kekeliruan tidak menyadari dan memperbaiki diri, bahkan terus berjalan dengan angkuh, sombong dan lupa diri. Ini sangat berbahaya .

Semoga itu tidak terjadi, tetapi kalau presiden terus menerjang arus nurani rakyat, “turbulensi pesawat Presiden dalam bahaya keadaan terburuk bisa terjadi.