Masih Mau Mau Presiden Pencitraan?

Oleh Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)

Sukses merekayasa Jokowi di tahun 2013-2014 sehingga Jokowi naik jadi Presiden di tahun 2014 tanpa karya yang luar biasa, rupanya cara ini akan diterapkan lagi kepada Ganjar.

Dulu waktu 2014 Jokowi berhasil membangun para relawan karena _track record_ Jokowi yang belum ketahuan, sehingga mereka menaruh harapan besar kepada Jokowi sebagai “juru selamat”. Tapi pada akhirnya semuanya kecewa dan dikecewakan karena Jokowi tak lebih sebagai “Presiden Pencitraan”. Mereka yang dulu dukung Jokowi sekarang ramai-ramai menolak Jokowi.

Nah, ketika Ganjar dianggap sebagai duplikat Jokowi yang gagal ngurus negara, ditambah lagi _track record_ Ganjar yang sudah diketahui publik sebagai Gubernur gagal di Jawa Tengah, ditambah lagi Ganjar ternyata hobinya nonton video porno, lalu masih ada yang mau milih Ganjar, selain orang “buta” atau mungkin karena disogok?. Apakah mereka yang memilih Ganjar rela hanya untuk senang satu atau dua hari tapi menderitanya 10 tahun ? Jadilah rakyat yang cerdas, jangan mau terus dibodohi dan dibohongi.

Jika Ganjar dipaksakan jadi Presiden, negara yang ibarat kapal hampir karam, maka di era Ganjar akan hilang. Semua akan dikuasai China. Rakyat Indonesia hanya akan jadi jongos China. Para elit mungkin makin kaya tapi sudah jadi komprador busuk yang telah “menjual” negaranya. Posisi Ganjar cuma jadi boneka saja China komunis.

Syafril Sofyan, Sekjen FKP2B dalam tulisannya Rabu, 03 Mei telah menguak perjalanan Jokowi dari semula Wali Kota Solo dengan modal mobil Esemka (yang cuma satu) dengan pakaian sederhana dan suka blusukan, telah memikat para pemodal dan oligarki taipan. Dengan didukung sedikit kecurangan, akhirnya Jokowi tampil sebagai pemenang di Pilpres 2014.

Pamor Jokowi makin lama makin turun setelah janji-janji Jokowi ketika kampanye hampir tidak ada yang dipenuhi.

Tahun 2019 Pamor Jokowi sudah turun drastis, karena Jokowi lebih banyak pencitraan tanpa kecakapan mengelola negara.

Tahun 2020 ketika terjadi pandemi covid-19, dengan beralasan adanya covid-19, berbagai undang-undang disahkan tanpa kewajaran (UU COVID, MINERBA, dll), termasuk hak imunitas Presiden ketika melakukan kekeliruan. Rupanya pandemi covid malah dijadikan kesempatan dalam kesempitan untuk mengail di air keruh. Berbagai bisnis terang dan gelap pun terus dilakukan yang diarsiteki oleh LBP.

Tahun 2022 ketika covid 19 dianggap berakhir, keadaan ekonomi Indonesia makin terpuruk. Pertumbuhan ekonomi makro dianggap bertahan tapi ekonomi mikro sangat terpuruk. Bahkan di hampir semua sektor telah mengalami masalah serius. Mulai harga barang yang terus melambung, petani yang terus menjerit (karena impor yang jor-joran), daya beli masyarakat yang rendah, PHK massal di mana-mana, kesempatan kerja sulit, hukum hanya jadi alat penguasa, tapi tidak berpihak kepada wong cilik dan keadilan, kriminalisasi ulama, pembelahan bangsa makin meruncing, jurang perbedaan kaya dan miskin makin tajam, korupsi makin merajalela, ditambah lagi TKA China terus berdatangan dan makin menggusur rakyat pribumi.

Jokowi yang lebih banyak pencitraannya sehingga tidak mampu mengelola negara dengan baik. Apalagi hampir segala urusan negara sepertinya hanya dikelola oleh dua orang : Sri Mulyani yang memegang 30 jabatan dan Luhut yang memegang 27 jabatan. Jokowi praktis menjadi tidak paham urusan negara.

Di tengah makin terpuruknya permasalahan negara dan bangsa, waktu terus berjalan. Saat itulah sebenarnya Jokowi sudah mulai jadi _lame duck_, karena hampir tidak ada yang bisa diperbuat. Menyadari kekuasaannya tinggal sebentar lagi, mulailah istana bergerilya untuk meminta penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan. Dibentuklah rakyat rekayasa melalui Musra (musyawarah rakyat) yang sejatinya cuma relawan Jokowi yang dibayar. Tapi tampaknya usaha perpanjangan masa jabatan ini gagal karena ditentang oleh rakyat, walaupun sudah menggerakkan LBP, Bahlil, La Nyalla, Bamsoet dan Ketum beberapa Parpol.
Sebelum akhirnya semuanya berantakan.

Di akhir masa jabatannya Jokowi dihinggapi ketakutan yang luar biasa, sehingga harus ikut _cawe-cawe_ mengatur-ngatur capres segala.

Setelah lengser, Jokowi harus menghadapi pengadilan dunia dan pengadilan akhirat. Jika di pengadilan dunia masih bisa lolos, tidak demikian halnya dengan pengadilan akhirat. Dosa sekecil apa pun harus dipertanggung jawabkan di hadapan Allah. Apalagi dosa kezhaliman terhadap rakyat banyak. Kecuali orang yang bertobat secara nasuha. Bisakah ?

Bandung, 13 Syawwal 1444

Simak berita dan artikel lainnya di Google News