Beathor: Sejak UU KPK Dilemahkan, Korupsi Menjadi Brutal di Era Jokowi

Korupsi di era Joko Widodo (Jokowi) semakin brutal semenjak undang-undang (UU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilemahkan disertai ketuanya yang tidak tegas dalam pemberantasan rasuah.

“Jokowi lemah dalam manajerial pemerintahan, mudah terpengaruh sehingga korupsi menjadi brutal sejak UU KPK dilumpuhkan, kemampuan sadap OTT tak terdengar lagi,” kata penasihat Repdem Beathor Suryadi kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (24/3/2023).

Ekonom Rizal Ramli menilai Ekonomi di era Jokowi akan ambruk. Ahli hukum menilai penegakan hukum semakin menindas.

Beathor mengatakan, dalam ulang tahun ketiga Channel YouTube Refly Harun, Kivlan Zen memaparkan kekacauan 1998 dibentuk Wiranto, menggerakan Mahasiswa dari berbagai sehingga menakutkan Soeharto lalu penggendalian amuk massa yang ingin masuk Istana.

“Nampaknya kekacauan yang akan terjadi dalam waktu waktu mendatang juga ada kekuatan yang menggerakan nya, mungkin itu yang ada di kepala Refly Harun?” tanya Beathor.

Ketua PP Muhammadiyah Bidang Hukum dan HAM Busyro Muqqodas menyebut riwayat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tamat di tangan pemerintahan Jokowi.

Pernyataan itu ia sampaikan menyikapi penonaktifan 75 orang pegawai KPK yang tak lulus tes wawasan kebangsaan. Diketahui sebagian dari 75 orang itu dikenal sebagai sosok-sosok yang berintegritas dan berdedikasi pada pemberantasan korupsi seperti penyidik senior Novel Baswedan dan penerima tanda kehoramtan Satyalancana Wira Karya, Sujanarko.

Busyro mengatakan KPK telah dilemahkan sejak Jokowi mengirim Surat Presiden ke DPR RI untuk merevisi UU KPK. Setelah itu, sejumlah peristiwa memperlemah KPK secara perlahan.

“Sejak UU KPK direvisi, dengan UU 19/2019, di tangan Presiden Jokowi lah KPK itu tamat riwayatnya. Jadi bukan dilemahkan, sudah tamat riwayatnya,” kata Busyro, Rabu (12/5) dikutip dari CNN Indonesia.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengatakan, ada 4 persoalan korupsi politik yang mengakibatkan Indeks Persepsi Korupsi Indonesia terpuruk.

Demikian peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya kepada, Rabu (1/2/2023) dikutip dari Kompas TV.

“Pertama, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang selama ini gencar memberantas korupsi politik justru dilemahkan oleh Presiden Joko Widodo melalui perubahan Undang-Undang (UU) KPK,” ucap Kurnia Ramadhana.

“Tidak cukup itu, Presiden juga membiarkan figur-figur bermasalah memimpin lembaga antirasuah. Sekalipun ada yang ditindak, misal, Juliari P Batubara dan Edhy Prabowo, namun penuntasan perkara itu masih menemui jalan buntu. Sehingga wajar saja jika responden yang terlibat dalam pengumpulan data untuk penilaian IPK menaruh rasa pesimis terhadap pembenahan sektor politik.”

Kedua, sambung Kurnia, ICW mencermati sikap pemerintah melalui menteri-menteri di dalam Kabinet Indonesia Maju yang cenderung permisif terhadap kejahatan korupsi.

Sebagai contoh, Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan disebutnya sempat berulang kali mengomentari mengenai Operasi Tangkap Tangan (OTT) dengan kalimat destruktif.

“Momen lain diperlihatkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, yang mana beberapa waktu lalu, dalam kutipan sejumlah pemberitaan, meminta kepada aparat penegak hukum untuk tidak menindak kepala daerah, melainkan fokus pada pendampingan,” kata Kurnia.

“Pernyataan-pernyataan semacam ini tentu menunjukkan sikap yang berseberangan dengan harapan atas perbaikan pemberantasan korupsi.”

Kemudian yang ketiga, regulasi yang sejatinya merupakan produk politik antara presiden dan DPR tidak kunjung mendukung penguatan pemberantasan korupsi.