Lampu Merah, Sangat Berbahaya Ketimpangan Etnis Non-pribumi dan Pribumi

Oleh: Memet Hakim, Pengamat Sosial

Mana mungkin? Jika sumbernya dari Credit Suisse lewat Ekonom senior dari Indef yakni Prof. Didin Damanhuri kita yakin kebenarannya. Apalagi disebutkan bahwa 4 orang terkaya (non pri juga) kekayaannya setara dengan kekayaan 126 juta penduduk Indonesia. Wow bukan main ya. Ketimpangan ini bukan masalah kecil dan tidak bisa dianggap sebagai kasus biasa. Kasus ketimpangan yang sangat luar biasa ini merupakan peristiwa sosial, suatu saat dapat meledak dan bisa merugikan semua pihak. Bayangkan bagaimana kekayaan 41 orang terkaya non-pribumi sama dengan kekayaan 240 juta penduduk Indonesia.

Baru-baru ini kita dihebohkan dengan terbukanya kasus Rafael Alun, secara tidak sengaja, akhirnya kekayaan para petinggi kemenkeu ini terbuka, walau belum semuanya. Ternyata kekayaan mereka yang menurut rakyat umumnya sudah kaya, kita kaget dan marah, karena uang pajak yang dikumpulkan ternyata digunakan untuk kemakmuran para pejabatnya.

Di lain pihak kita tidak marah tatkala menyadari kekayaan non pri ini ini sangat besar ruaaar biasa. Sekelas Menteri Keuangan saja gak bisa menagihnya, aneh kan ? Ini masalah sangat serius, masalah ketimpangan seperti ini bisa berubah menjadi revolusi sosial seperti yang terjadi di Perancis (Révolution française; 1789–1799), Revolusi ini merupakan salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Rakyat Prancis mengalami transformasi sosial politik; oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat petani di pedesaan. Prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan) itulah yg dipegang sampai saat ini. Pertentangan antara pendukung dan penentang Revolusi terus terjadi sampai dua abad berikutnya. Hal seperti ini bisa terjadi juga di Indonesia.

Nah ketimpangan yang sangat jauh ini, gagal diperbaiki oleh pemerintah sekarang, bahkan ketimpangan semakin menjadi. Salah satu sumber ketimpangan itu adanya UU minerba dan Cipta kerja yang cacat konsitusi dan santat menguntungkan investor (China). Sangat diduga presiden beserta jajarannya bekerja sama dengan pengusaha non pri ini untuk memperkaya kelompok non pri, mereka telah berkhianat terhadap pribumi bangsa Indonesia.

Mungkin dosa inilah yg membuat Jokowi beserta jajarannya ingin tetap berkuasa dengan berbagai cara. Mereka takut dimintai tanggung jawab selepas tidak berkuasa lagi. Mereka merasa tidak aman, karena telah berbuat jahat pada rakyatnya sendiri. Sehubungan dengan hal tsb akhirnya rasa malu sudah tidak ada lagi untuk bertahan.

Selain itu banyak ketidak adilan lainnya seperti di bidang hukum, usaha, perpajakan, dll yang sangat merugikan rakyat terutama bagi umat muslim, dimana para ulamanya banyak yang ditahan, dipenjara karena hanya berseberangan sikap kepanikan penguasa pada identitas Islam.

Penduduk pribumi sekitar 95 % dan sekitar 87% adalah muslim yang mayoritas miskin, dilain pihak non pri yang hanya 1.5 % sebagian besar kaya raya. Kelihatannya ada semacam ketakutan, kekuatiran dan keserakahan kelompok ini untuk ingin tetap kaya tanpa mempedulikan yang mayoritas lewat para pribumi yang dapat dikendalikan dengan uang atau ancaman. Indonesia mengalami “jurang ketimpangan antar etnis yang sangat serius”.

Tampaknya keadilan sosial ini semakin jauh dari harapan. Sudah kondisinya begitu parah penguasa masih juga mengistimewakan investor asing (RRC), sehingga tidak salah jika kesan umum pemerintahan sekarang adalah pemerintahan yg tunduk pada keinginan RRC dan para pengusaha Nonpri.

Bandung, 16 Maret 2023
Memet Hakim
Pengamat Sosial