Aktivis Muhammadiyah DKI: Pernyataan Menag Yaqut Menghina Islam

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qaumas telah menghina Islam atas pernyataannya membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing.

“Pernyataan Menag Yaqut yang membandingkan suara azan dengan gonggongan anjing telah menghina Islam,” kata aktivis Muhammadiyah DKI Farid Idris kepada redaksi www.suaranasional.com, Kamis (24/2/2022).

Farid menduga pernyataan Menag Yaqut terkait program Islamophobia yang selama ini gencar dikampanyekan pihak yang tidak suka terhadap Islam. “Ada upaya sistematis, terstruktur dan masif menyudutkan Islam apalagi orang yang mempunyai kekuasaan,” ungkapnya.

Kata Farid, masyarakat tidak perlu berbuat anarkis atas pernyataan Menag Yaqut. “Umat Islam perlu mengawal proses hukum terhadap Menag Yaqut,” papar Farid.

Ia meminta umat Islam bersatu dalam menghadapi propaganda yang menyudutkan agama Islam. “Selama ini para buzzer secara terang-terangan menyudutkan Islam,” jelasnya.

Selain itu, Farid meminta aparat penegak hukum menjalankan tugas dengan baik dalam menangani kasus Menag Yaqut menghina Islam. “Hukum harus ditegakkan dan tidak perlu takut terhadap Yaqut yang menjabat sebagai Menag,” ungkap Farid.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Biro Humas, Data, dan Informasi Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menegaskan bahwa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara gonggongan anjing. Ia menegaskan kabar Yaqut membandingkan dua yang berbeda tersebut sangat tidak tepat.
“Menag sama sekali tidak membandingkan suara azan dengan suara Anjing, tapi Menag sedang mencontohkan tentang pentingnya pengaturan kebisingan pengeras suara,” kata Thobib dalam keterangan resminya, Kamis (24/3/2022).

Yaqut, kata Thobib, saat ditanya wartawan tentang Surat Edaran (SE) Nomor 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala hanya menjelaskan bahwa hidup di masyarakat yang plural diperlukan toleransi. Sehingga perlu pedoman kehidupan harmoni tetap terawat dengan baik, termasuk tentang pengaturan kebisingan pengeras suara yang bisa membuat tidak nyaman.

“Dalam penjelasan itu, Gus Menteri memberi contoh sederhana, tidak dalam konteks membandingkan satu dengan lainnya, makanya beliau menyebut kata ‘misal’. Yang dimaksud Gus Yaqut adalah misalkan umat muslim tinggal sebagai minoritas di kawasan tertentu, di mana masyarakatnya banyak memelihara anjing, pasti akan terganggu jika tidak ada toleransi dari tetangga yang memelihara,” kata dia.

Thobib menilai Yaqut saat itu hanya sekadar mencontohkan bahwa suara yang terlalu keras apalagi muncul secara bersamaan di masjid/musala, bisa menimbulkan kebisingan dan dapat mengganggu masyarakat sekitar.

Karenanya, Ia mengatakan perlu ada pedoman penggunaan pengeras suara agar toleransi dan keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga.

“Dengan adanya pedoman penggunaan pengeras suara ini, umat muslim yang mayoritas justru menunjukkan toleransi kepada yang lain. Sehingga, keharmonisan dalam bermasyarakat dapat terjaga,” kata dia.