Ada Nuansa Politis Fit and Proper Test di Komisi II DPR Calon Anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027

Fit and proper test calon anggota KPU dan Bawaslu 2022-2027 di Komisi II DPR mempunyai nuansa politis.

“Ada kesan fit and proper test di DPR lebih kental pertimbangan sisi politisnya daripada kapasitas sang calon,” kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Jumat (18/2/2022)

Kata Jamiluddin, pertimbangan politis bukan untuk kepentingan negara, tapi lebih pada kepentingan partai atau personal si anggota DPR RI. Kalau sinyalemen ini benar, kiranya menjadi dasar yang kuat fit and proper test di DPR RI memang tidak diperlukan.

“Sebab, fit and proper test di DPR cukup banyak. Di antaranya fit and proper test calon Panglima TNI, calon Kapolri, Calon anggota Ombudsman, Calon Hakim Agung, calon Gubernur BI dan Deputinya, calon Pimpinan KPK, calon Komisi Yudisial, calon duta besar, dan lainnya,” ungkapnya.

Kalau fit and proper test lebih kental aspek politisnya, kata Jamiluddin, tentu kapasitas yang terpilih bukanlah orang-orang yang terbaik. “Kalau hasilnya demikian, menjadi dasar yang kuat pula untuk menyatakan fit and proper test memang tidak diperlukan di DPR,” jelas Jamiluddin.

Selain itu, kata Jamiluddin, agak aneh DPR ikut memilih pejabat publik yang nantinya akan ia awasi. Bagaimana DPR RI akan melaksanakan fungsi pengawasannya dengan objektif bila yang diawasinya itu hasil pilihannya sendiri. Disini besar kemungkinan terjadi konflik kepentingan saat melakukan pengawasan.

Juga akan aneh, setelah pejabat publik dipilih melalui fit and proper test, kemudian tak lama kemudian dikritik habis oleh anggota DPR yang memilihnya. Di sini timbul pertanyaan, apa yang diukur saat fit and proper test?

“Karena itu, sudah sebaiknya DPR tidak ikut memilih pejabat publik melalui fit and proper test. Biarkan pejabat publik dipilih oleh eksekutif atau yudikatif agar DPR RI dapat melakukan fungsi pengawasan tanpa beban apapun,” pungkasnya.