Indonesia Sudah Dalam Genggaman China

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Sejak masa penjajahan Belanda struktur di perekonomian didominasi oleh pemerintah perusahaan asing dan para pedagang China. Perusahaan besar di kuasai Belanda – China saat itu sudah menguasai sektor ekonomi menengah bahkan menjadi perantara antara perusahaan asing dengan pribumi.

Menampung hasil dari petani dan China juga sudah menguasai jalur lalulintas perdaganya antar wilayah. Sebenarnya sejak itu Nusantara sudah dalam genggaman China. Perlahan tetapi pasti China terus memperkuat eksistensi dan penguasaan Nusantara, “dengan cara membawa sebanyak mungkin imigran China masuk ke Indonesia”. Selanjutnya kita mengenal dengan nama Pa-Chinaan (kampung Pecinan ).

Mereka terus menguasai pelabuhan pelabuhan sebagi pusat perdagangan. Pada era kemerdekaan prilaku dan tabiat mereka berubah ideologinya adalah Angpao.

Penghianatan terus mereka lakukan untuk terus masuk ke urat nadi perekonomian Indonesia. Penghianatan mereka dalam rekam jejak sejarah sangat terang benderang :

Pertama : Sebagai kaki tangan Belanda. Kedua : saat peristiwa perjuangan 10 November 1945, mereka tidak peduli dengan banyaknya korban bangsa pribumi yang berlumuran darah. Justru China memberi ruang gerak Sekutu. Ketiga : menjadi kaki tangan Belanda saat agresi Belanda 21Juli  1947. Dan pada agresi kedua 19 Desember 1948 selama kerang gerilya tidak ada satu ekorpun Cina ikut bergerilya.

Keempat : mendirikan dan mendanai PKI Muso termasuk mensuplai persenjataan untuk melakukan pemberontakan PKI Madiun. Kelima : Mendukung dan mendanai PKI DN Aidit kemudian melakuu kudeta G 30 S PKI tahun 1965.

Lahirnya instruksi Presiden ( Inpres ) no 14 tahun 1967 : antara lain  mengendalikan cara cara ibadah China,  perayaan dan adat istiadat China, adalah upaya mengendalikan mereka lebih jauh menguasai Indonesia. “Sayang aspek keganasan ke Dali China menguasai ekonomi negara saat itu lolos dari pengendalian pemerintah”.

Disusul Surat Edaran No. 06/Preskab/6/67 : antara lain istilah China tetap dipergunakan – sedangkan istilah Tionghoa / Tiongkok ditinggalkan adalah untuk menghindari dualisme peristilahan pada segenap aparut pemerintah baik sipil atau militer.

Beruntun munculnya instruksi Presiden berikutnya untuk mengendalikan etnis China yang semaki membayarkan negara. Bahkan dengan kecerdasan dan jiwa negarawan Sri Sultan HB IX melarang China memiliki tanah di tlatah Yogyakarta.

Kilas balik sampai pada masa rezim Jokowi saat ini dengan serentetan Amandemen UUD 45 yang ugal-ugalan . Negara bukan saja mengendalikan dan mencegah etnis China yang dalam sejarah terus berhianat kepada negara dan makin mencengkeram dan menguasai sumber  ekonomi adalah bencana besar bagi negara.

Tragis rezim ini justru mengundang imigran China masuk ke Indonesia adalah kecelakaan yang luar biasa bodoh.

Apapun alasannya apakah itu alasan Investasi bahkan dibukanya IKN di Kalimantan dugaan kuat atas remot kekuasan RRC adalah politik bunuh diri dan negara telah menyerahkan kedaulatan negara kepada penjajahan gaya baru.

Indonesia sudah dalam genggaman China adalah nyata –Fabel Aesop mengatakan : “mempersiapkan diri setelah bahaya datang adalah sia-sia”.