Pejabat Budak Taipan

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Sejak Orde Baru permainan politik double standard sudah dimainkan dengan munculnya Instruksi Presiden No. 14 tahun 1967, upaya mengisolasi etnis China hanya membatasi hanya pada urusan yang bersifat budaya dan administratif. Sementara yang bersifat substantif seperti penguasaan modal tidak dilindungi. Otomatis mereka tumbuh terus sebagi aktor utama pengendali ekonomi negara.

Lebih parah para era rezim selanjutnya semua dibuka lebar baik urusan budaya dan penguasaan ekonomi di Indonesia menjadi surga para Taipan China.

Penguasaan bisnis konglomerat keturunan China makin kuat, baik melalui kepemilikan secara langsung perusahaan acting atau munculnya pemain baru sebagai Taipan.

Kepemilikan capital flight – memiliki kekuatan daya pengendalian, tekanan bahkan untuk  mengancam penguasa (bargaining position ) untuk tetap berkuasa atau harus jauh dari kekuasaannya. Dari sini menjadi sangat logis hakekatnya para penguasa Indonesia adalah budak dan boneka para Taipan di negerinya sendiri.

Perilaku bisnis dan ekonomi mereka tetap kokoh bahwa Politik adalah bisnis dan pasarnya adalah perang mereka mainkan politik  saling berkonspirasi dalam menguasai ekonomi dan para penguasa / pejabat negara ini tetap harus sebagai tawanannya.

Ketika Taipan sukses sebagai bandar atau sponsor bagi capres tertentu apapun resiko dan besaran finansial harus dan mutlak dikeluarkan, target untuk membeli jabatan Presiden harus tercapai. Prinsip mereka sangat canggih, taktis, jelas dan terukur bahwa menguasai kekuasaan dari sumber tertinggi kekuasaan akan melahirkan sumber kekuasaan lainnya karena kekuasaan bersifat reproduktif dan berkembang biak

Artinya kekuasaan dari pusat sampai daerah bahkan sampai desa akan sangat mudah di kuasainya. Kekuatan mereka sering dikenal dengan sebutan Spesial Interest Group (SIG).

Korporasi SIG sudah masuk dengan kekuatan Oligarki korporasi dalam barisan Partai Politik tragisnya  saat ini sudah menguasai Partai Politik bahkan gedung parlemen dengan segala kebijakan dan keputusan politik sudah bisa dikendalikan.

Lebih dahsyat lagi korporasi SIG melalui kunci Bos Besar (God Father) yang sudah menjadi piaraannya dari atas sampai daerah dengan struktur rahasia, celah penyelidikan dan penyidikan dala proses hukum bisa di kunci. Bekerja sama dengan aparat penegak hukum (Justice Collaborator) melalui tangan operator yang berkeja tidak akan terlihat langsung.

Kedigdayaan para Taipan pasca runtuhnya era Orde Baru mereka justru makin terkonsolidasi dan makin kuat. Kekuatan Taipan China ini tetap dalam kontrol induk pengendalian RRC. Saat ini RRC untuk menguasai Indonesia tidak perlu lagi mengirimkan pasukan, cukup memberi hutang, mengolah konflik menjadi kepanjangan tangan dan penentu skenarionya.

Penyakit Shadow State adalah ketika negara di bajak, dikuasai dan dikendalikan oleh komplotan oleh Saudagar yang bermental kontraktor dan Taipan yang bermental pedagang berdalih sebagai investor, mereka semua perampok.

Kasus aparat keamanan sebagai alat para pemilik bisnis Taipan dengan dalih investor sampai harus melakukan l ancaman dengan tindakan melawan rakyat dengan kekerasan semua dalam bingkai kendali para Taipan melalui perintah dr para pejabat yang telah menjadi boneka bonekanya.”

Para pejabat negara kita tampil gagah perkasa di layar kaca seolah olah akan jadi pejuang dalam catatan sejarah. Tetapi mereka sedang bekerja untuk siapa hanya untuk mencari makan, kedudukan, kehormatan cara dia, hanya untuk urusan perut atau lebih jahat dari itu. Mereka hanya akan dapat predikat sebagai pecundang negara sebagai Pejabat Budak Taipan.