Kalangan Milenial Desak Dewas KPK Agar KPK Usut Kembali Proyek Bakamla & Usut Dugaan Suap Politik di Munas XI ORARI

Uncategorized

Seperti diketahui, setiap tanggal 9 Desember, masyarakat di seluruh dunia memperingati hari anti korupsi, begitu pula dengan masyarakat Indonesia juga memperingatinya sebagai Hari Anti Korupsi, adapun di Indonesia, peringatan tahunan ini dijadikan momentum untuk meningkatkan kesadaran publik agar bersikap antikorupsi, yang pada peringatan Tahun 2021 ini bertemakan “Satu Padu Bangun Budaya Antikorupsi”, namun ironisnya, tema tersebut, nampaknya hanya terkesan bombastis, dan slogan belaka, sebab masih banyak ditemukan kasus korupsi yang belum tuntas, terbengkelai dan bahkan dibiarkan tanpa ada kejelasan penuntasan terhadap kasus tersebut, dan juga adanya tindakan suap atau transaksi politik yang masih saja marak terjadi di Indonesia ini, oleh karena itu, sehubungan dengan peringatan Hari Anti Korupsi International tahun 2021 ini.

Menanggapi situasi kekinian, terkait dengan permasalahan korupsi yang terjadi di Republik ini, maka sekelompok generasi Milenial yang mengorganisir diri di Gerakan Banteng Mileneal Anti Korupsi, Gerakan Mahasiswa NU Cegah Korupsi, Laskar Muslimin Berantas Korupsi, Front Mahasiswa Bongkar Korupsi yang kemudian tergabung dalam Poros Rawamangun, mendatangi Gedung KPK di Kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (10/12/2021).

“Ya, hari ini, kami bersama kawan-kawan dari kalangan generasi mileneal, mendatangi gedung KPK untuk mendesak Dewan Pengawas KPK agar memberikan teguran kepada Pimpinan Komisioner maupun penyidik KPK untuk menuntaskan beberapa kasus Korupsi dan juga untuk segera menindaklanjuti adanya dugaan transaksi politik/suap politik,” ungkap Galih Dwi Syahputra mewakili Poros Rawamangun yang juga koordinator Aksi ini.

Menurut Galih, kalau Komisi Pemberantasan Korupsi ini serius membangun budaya anti korupsi, maka tidak ada pilihan lain, Pimpinan, Komisioner dan Penyidik KPK harus menuntaskan kasus korupsi yang selama ini terkesan tidak tuntas, seperti masalah kasus kasus dugaan Suap proyek Bakamla, dengan mencari, memanggil dan memeriksa kembali Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi, dan juga memeriksa kembali TB Hassanudin, Eva Sundari, Dony Imam Priambodo yang diduga nama-nama tersebut telah disebut-sebut penyidik maupun jaksa penuntut umum saat itu, menerima suap senilai Rp90 Miliar/orang, demi memenuhi rasa keadilan masyarakat, maka nama-nama tersebut mesti diperiksa kembali, dan apabila hal ini tidak segera dilakukan, maka dapat menimbulkan preseden buruk bagi kinerja KPK, selain itu juga rekan-rekan dari kalangan generasi Milineal juga mendesak agar adanya dugaan suap atau transaksi politik/jual-beli suara yang terjadi di Munas XI ORARI, sehingga akibat dari transaksi politik tersebut menimbulkan konflik di internal ORARI, dengan segera melakukan penyelidikan atas perkara tersebut, dikarenakan masalah tersebut sudah terdapat asumsi tindak pidana suap, dan sudah ada dugaan aspek pidananya, yang berakibat mempengaruhi pilihan politik beberapa peserta sebanyak 21 orang dari 21 daerah dalam melahirkan sebuah keputusan di Munas XI ORARI tersebut.

“Ya, memang banyak kasus korupsi yang belum dituntaskan oleh KPK, tapi kami mendesak agar Dewan Pengawas KPK untuk memerintahkan Pimpinan KPK, Komisioner maupun penyidik KPk memprioritaskan dua permasalahan yang kami sampaikan tersebut, nah hari ini juga kami mengantarkan surat pengaduan ke Dewan Pengawas KPK untuk menindaklanjuti dan memprioritaskan penanganan dua permasalahan tersebut,” tukas Galih

Hal senada juga disampaikan Abdullah Fernandes Ketua Gerakan Banteng Milineal Anti Korupsi, ia mengatakan bahwa pihaknya telah melakukan investigasi terhadap kasus korupsi proyek Bakamla, kemudian menemukan kejanggalan dalam pemeriksaan kasus tersebut, sehingga implikasinya penanganan kasus tersebut sangat terasa tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, begitu pula dengan persoalan dugaan suap politik yang terjadi di Munas XI ORARI beberapa waktu lalu, dirinya mengaku bahwa persoalan tersebut sudah dilaporkan ke KPK, namun sampai sekarang tidak ada tindaklanjut dari pimpinan KPK, karena itu sesuai wewenang Dewan Pengawas KPK, yakni melakukan pengawasan terhadap kinerja KPK, yang dirasakan nampak lamban serta diduga terkesan mengabaikan rasa keadilan masyarakat, oleh karena itu, dirinya bersama kawan-kawan dari kalangan generasi Milenial, sangat berharap Dewan Pengawas KPK dapat merespon pengaduan dari kami generasi penerus bangsa ini.

“Jika Dewan Pengawas KPK pun tidak menghiraukan pengaduan kami, maka kami sangat skeptis, pesimis dan bahkan apatis terhadap upaya KPK untuk membangun budaya anti korupsi di negeri ini, sehingga kemudian jangan salahkan rakyat untuk kemudian menjadi hakim terhadap mereka yang bertindak kejahatan sebagai maling uang rakyat, penyuap money politik yang merusak demokrasi di sebuah organisasi, seperti yang terjadi di Munas XI ORARI, ” pungkas Abdullah Fernandes. (*kadir yh)