Arief Poyuono Jangan Terjebak Etnosentrisme

Uncategorized

Arief Poyuono menyebut Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tidak bisa jadi presiden karena bukan dari suku Jawa. Orang Jawa, katanya, akan memilih pemimpin yang berasal dari suku mereka.

“Pernyataan Arief Poyuono itu mengarah etnosentrime. Negeri multi etnik ini dinilainya hanya akan dipimpin oleh suku Jawa. Suku lain seolah tertutup untuk terpilih menjadi presiden,” kata Pengamat komunikasi politik Universitas Esa Unggul M. Jamiluddin Ritonga kepada redaksi www.suaranasional.com, Senen (6/12/2021).

Kata Jamiluddin, sikap etnosentrime tersebut tentu membahayakan perkembangan demokrasi di Indonesia. Sebab, sikap etnosentrisme itu pada umumnya berkembang di negara totaliter.

Hal itu sudah dipraktekan Adolf Hitler saat memimpin Jerman. Hitler melalui NAZI terus menerus mengagungkan rakyat Jerman sebagai bagian dari Ras Arya.

“NAZI menilai Ras Arya ras paling unggul, karena itu paling berhak memimpin dunia. Ras lain hanya pecundang, karenanya syah untuk dipimpin dan dikuasai,” ujarnya.

Sikap seperti itu, kata Jamiluddin sangat tidak cocok di negara demokrasi. Sebab, mereka akan terus berupaya mendominasi dengan tidak memberi ruang bagi suku lain untuk memimpin.

Indonesia yang dihuni multi etnis, tentu sikap etnosentrisme dapat mengganggu NKRI. Suku lain akan merasa tertutup untuk menjadi presiden. Hal itu dapat membuat frustasi suku lain.

“Selain itu, Arief Poyuono juga terlalu mengenalisir orang Jawa. Semua orang Jawa seolah sudah pasti akan memilih sukunya,” paparnya.

Menurut Jamiluddin, generalisasi seperti itu tentu sangat menyesatkan. Sebab, kalau pola pikir itu yang digunakan, maka semua orang Jawa seolah tipe pemilih emosional.

Padahal, realitas politiknya banyak orang Jawa yang termasuk pemilih rasional. Pemilih seperti ini memilih capres buka karena satu suku atau satu agama, tapi lebih karena dinilainya paling layak dibandingkan capres lainnya.

“Pada umumnya, semakin terdidik pemilih akan semakin rasional dalam memilih capres. Kecenderungan ini yang terus terjadi di Indonesia, dimana pemilih terbesar saat ini adalah kalangan muda. Mereka ini pada umumnya sudah terdidik,” pungkasnya.