Permendikbud Ristek 30 Jadi Legitimasi Perzinaan, Pengamat: Nadiem Merusak Pendidikan Indonesia

Uncategorized

Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim telah merusak pendidikan Indonesia yang telah mengeluarkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang isinya justru melegitimasi perzinaan.

“Saya sudah baca isi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 bahwa dianggap pelecehan seksual bila tanpa persetujuan. Ini pemikiran liberal menuju jalan perzinaan,” kata pengamat politik Muslim Arbi kepada www.suaranasional.com, Selasa (2/11/2021).

Menurut Muslim, Nadiem sengaja dipasang menjadi Mendikbud Ristek untuk merusak generasi muda Indonesia. “Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 sangat bertentangan dengan Pancasila dan nilai-nilai agama di Indonesia,” jelasnya.

Kata Muslim, harusnya isi Permendikbud Ristek untuk pencegahan pelecehan seksual lebih menggunakan pendekatan adat ketimuran dan berbasis nilai Pancasila serta norma agama. “Saya mengapresiasi ormas-ormas Islam sudah menyatakan protes keras terhadap Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021,” ungkapnya.

Mendikbud Ristek, Nadiem Makarim, menerbitkan Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi. Ketentuan itu menuai kritik karena dinilai justru bisa legalkan seks bebas di kampus.

Permendikbud No 30/2021 diteken oleh Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 dan diundangkan pada 3 September 2021. Pertimbangan disusunnya Permendikbud itu antara lain semakin meningkatnya kekerasan seksual yang terjadi pada ranah komunitas termasuk perguruan tinggi.

Dalam Permendikbud No 30/2021, kekerasan seksual pada beberapa kondisi diartikan sebagai “tanpa persetujuan korban”. Tertuang dalam Pasal 5, di antara definisi kekerasan seksual itu adalah:

-memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan korban;

-mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;

-menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan korban;

-menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh korban tanpa persetujuan korban;

-membuka pakaian korban tanpa persetujuan korban;

Pada bagian lain dijelaskan:

(3) Persetujuan korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal korban:

a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. mengalami situasi di mana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;

c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;

d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;

e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;

f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau

g. mengalami kondisi terguncang.