Media Bukan Alat Mendikte Penegak Hukum

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubaru mulai menyeret pihak-pihak lain. Dalam pemberitaan Majalah Tempo edisi terbaru, ikut disebut peran perusahaan Ketua Komisi III DPR RI Herman Heri dan penyebutan nama “Madam”.

Pengamat media sekaligus wartawan senior Jawa Timur, Sirikit Syah, Rabu (3/2/2021) mengatakan pengungkapan kasus-kasus korupsi boleh dilakukan oleh banyak pihak. Menurutnya, tidak hanya menjadi tugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saja untuk mengungkapnya. Sirikit, begitu sapaan akrabnya, meyakini media sebagai pilar ke empat demokrasi tentunya sangat diharapkan turut serta dalam melakukan investigasi.

Meski demikian, Sirikit menyebut bahwa penegak hukum, dalam hal ini KPK tidak serta merta menggunakan hasil investigasi media sebagai patokan utama dalam mengambil putusan. Ia berpendapat hasil investigasi media terhadap kasus-kasus korupsi hanya sebatas menjadi rujukan dan bukan alat untuk mendikte penegak hukum.

”Selama kaidah jurnalistik dijalankan, media tentu tidak bisa disalahkan, bahkan ketika beritanya tersebut ternyata salah. Media memang tidak selalu benar dan wartawan juga bisa salah. Tapi ketakutan untuk berbuat salah tidak boleh mengerem semangat media untuk mengungkap fakta,” tegasnya.

Meski demikian, mantan pengajar di STIKOSA-AWS ini menyebut Majalah Tempo bisa diadukan dengan pasal pidana jika melakukan kesalahan yang sangat fatal. Sirikit menerangkan Majalah Tempo bisa dipidanakan jika beritanya salah dan tendensius.

“Ada juga penyelesaian sengketa jurnalistik melalui permintaan maaf, hak koreksi atau hak jawab,” sambung mantan jurnalis Liputan 6 ini.

Sirikit menuturkan pasal pidana tersebut bisa dilakukan jika kesalahannya saat pemuatan berita dilandasi dasar penuh kedengkian atau ada niat jahat dari media tersebut. Sedangkan kalau kesalahannya tidak disengaja, seperti kemungkinan narasumber sengaja memfitnah dan media tidak sadar telah menerbitkan keterangan narasumber, maka menurutnya media yang bersangkutan tidak bisa dihukum.

Dalam kasus pemberitaan bansos oleh Majalah Tempo, Sirikit menyatakan perlu dilihat apakah nara sumber yang dikutip keterangannya itu anonim atau menyebut nama. Menurutnya, jika sumber berita investigasi mayoritas anonim dan off the record (tidak boleh dipublikasikan), maka patut dipertanyakan keabsahan beritanya.

”Jika sampai ada empat narasumber anonim dan kemudian ada satu saja narasumber teridentifikasi, lalu kelima narasumber itu menyatakan hal yang sama, maka laporan investigasi tersebut bisa disebut valid secara jurnalistik,” pungkasnya. (Rinto Caem)