Sertifikasi Dai, FORBAS: Ulama Makin Ditekan & Diawasi

Serifikasi dai merupakan bentuk nyata pengawasan terhadap ulama agar dalam menyampaikan dakwah sesuai dengan penguasa.

“Dai itu tidak perlu sertifikasi dan posisinya sangat independen. Mendapat pengakuan langsung dari masyarakat,” kata Ketua Umum Forum Banten Bersatu (FORBAS) Rina Triningsih kepada suaranasional, Senin (7/9/2020).

Menurut Rina, serifikasi dai memunculkan kegaduhan di masyarakat. “Sekjen MUI Pusat Bapak Anwar Abbas sudah menyatakan penolakan sertifikasi dai,” papar Rina.

Kata Rina, sertifikasi dai memunculkan persepsi di masyarakat yang punya masalah hanya kalangan pendakwah dari umat Islam. “Pertanyaannya, kenapa sertifikasi tidak ke pendeta, pastor, maupun tokoh agama lainnya,” jelas Rina.

Pihak Kementerian Agama meluruskan ihwal isu sertifikasi dai yang menimbulkan kontroversi tersebut.

“Bukan sertifikasi penceramah, tetapi penceramah bersertifikat. Jadi tidak berkonsekuensi apapun,” kata Direktur Jenderal Bimas Islam Kamaruddin Amin dalam Rapat Evaluasi Nasional Direktorat Penerangan Agama Islam di Jakarta sebagaimana dirilis situs Kementerian Agama.

Program ini didesain melibatkan banyak pihak, antara lain: Lembaga Ketahanan Nasional, Badan Pembina Ideologi Pancasila, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Majelis Ulama Indonesia.

Kamaruddin menjelaskan program penceramah bersertifikat merupakan arahan Wakil Presiden Maruf Amin, yang juga ketua umum Majelis Ulama Indonesia.

Tahun ini, target peserta program ini adalah 8.200 penceramah, terdiri 8.000 penceramah di 34 provinsi dan 200 penceramah di pusat.

Kementerian Agama melibatkan Lemhanas untuk memberikan penguatan pada aspek ketahanan ideologi.

Sementara keterlibatan BNPT untuk berbagi informasi tentang fenomena yang sedang terjadi di Indonesia dan di seluruh dunia.

“Kehadiran BPIP untuk memberikan pemahaman tentang Pancasila, hubungan agama dan negara. Sementara MUI dan ormas keagakaab adalah lembaga otoritatif dalam penguatan di bidang Agama,” kata Kamaruddin.