Gerakan Moral Jauh Lebih Dahsyat dari Politik

Hanya orang pandir yang bilang gerakan moral itu tidak ada, bahkan dalam politik sekalipun. Justru munculnya perubahan politik terbesar di berbagai negara disebabkan oleh gerakan moral besar rakyatnya.

Tak usah terlalu jauh, cukup dari era Renaissance abad 15 – 16 di Eropa hingga abad 20 – 21 ini, semua perubahan politik itu ‘base’nya adalah gerakan moral.

Biasanya kaum intelektual yang mempelopori suara moralitas itu kedalam aksi politik yang koridornya disesuaikan dengan kenyataan di medan perjuangan.

Kalau yang dihadapinya rezim terbuka akan jauh lebih mudah, kalau represif tentu harus strategis agar moralitas nya tidak dihancurkan dengan senjata atau kekerasan cara halus bin kasar pula.

Jadi tidak heran bila sebuah pernyataan maklumat bisa diartikan gertakan politik, bahkan konyolnya dianggap barisan sakit hati belaka. Bukannya mengurai antisipasi isi maklumat dengan fakta, malah kecenderungan pola ganyang ke individu yang bersuara berbasis moral itu.

Tanpa koreksi yang sama extrimnya dengan kerusakan yang dibuat suatu rezim menuju politik perubahan, publik bisa melihat expresi ketakutan kaum tirani otoritarian penguasa dalam operasi menghancurkan semangat moralitas lawan. Dari sisi ini saja jelas bukan psikologis suara politiknya tapi kekuatan moralnya yang diserang.

Maka bila ada narator cetek dangkal naluri moralnya menulis tidak ada gerakan moral maka gelar “immorality person” boleh disematkan kedirinya. Pasalnya dia tidak tahu tanpa moral maka politik itu adalah aksi hampa.

Hal seperti itu terjadi pada pola politik rezim yang tidak punya moralitas terhadap tugas tujuannya yang diamanatkan oleh rakyat. Indikatornya dilihat dari volume sindiran dan sinisme diruang publik yang garing dan sering berdering.

Itulah sebabnya rezim jenis demikian memerlukan para pelakon influencer dan buzzer berapapun biayanya, asal bisa lebih panas dari sinisme dan sindiran publik. Alih-alih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa, mereka lebih rela terpecah belah asal kekuasaan berjalan sesuai kehendak rezim.

Maka tidak heran bila Gus Dur berkata “preman-preman itu akan jadi gelandangan politik seumur hidupnya” dan siapa lagi kalau bukan influencer dan buzzer perusak tatanan demokrasi gegara sejumlah ongkos karya pembusukan dan fitnahan kepada gerakan politik yang berlandaskan moralitas.

Tidak perlu bersusah payah mengutip teori political yang dapat diselingkuhi maknanya,
Jadi patut diduga yang belajar bahwa tidak ada moral kecuali politik belaka, adalah similar dengan tipikal rezim oligarki, orang seperti ini selain tidak punya akal sehat juga acapkali mampu berbuat jahat semacam pengkhianat …

Adian Radiatus