Oleh: KH Luthfi Bashori
Siapapun yang mengingkari diperbolehkannya dzikir dengan mengeraskan suara, terutama setelah pelaksanaan shalat fardhu, sebagaimana yang sudah menjadi amaliyah rutinan di kalangan warga Aswaja, maka perlu belajar tentang hadits shahih berikut ini.
Sayyidina Ibnu Abbas RA mengutarakan, “Sesungguhnya dzikir dengan mengeraskan suara setelah usai shalat wajib, pernah dilakukan pada zaman Nabi SAW. (HR. Muslim)
Umumnya, kalimat-kalimat dzikir yang diucapkan oleh imam dan makmumnya, setelah melaksanakan shalat fardhu, dari awal sampai akhir pembacaan dzikir adalah sama.
Amaliyah seperti ini, sudah menjadi adat yang turun temurun, baik di masjid, mushalla, pesantren atau jama’ah tarekat dan lain sebagainya, biasanya melafadzkan dzikir secara bersama-sama. Pada umumnya setiap perkumpulan itu, mempunyai irama dzikir sendiri-sendiri yang enak didengar dan menyentuh perasaan.
Mereka membacanya dengan lisan secara serentak, namun disertai dalam hati yang menyebabkan timbul kekhusyu’an, hingga nyaman didengar oleh kalangan yang hatinya dibuka oleh Allah, namun sangat menyakitkan di telinga kalangan setan, kaum kafir dan kaum munafiq.
“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka berdzikir kepada Allah kecuali sedikit sekali” (QS. An Nisa, 142 ).
Dzikir berjamaah dengan mengeraskan suara, jika dilakukan pada waktu dan tempat yang tepat, maka akan dapat menghilangkan sifat kemunafiqan. Yang jelas bangsa setan dan kaum kafir pasti marah dan tidak senang saat umat Islam mengadakan perkumpulan untuk berdzikir kepada Allah.
Allah berfirman dalam hadits Qudsi, “Aku ini selalu sesuai dengan prasangka hambaKu, dan Aku menyertainya dimana saja ia berdzikir pada-Ku. Jika ia mengingat-Ku (sendirian) dalam hatinya, maka Aku akan ingat pula padanya dalam hati-Ku, jika ia mengingat-Ku (berjamaah) di depan umum, maka Aku akan mengingatnya pula di depan khalayak yang lebih baik (yaitu di kalangan perkumpulan para malaikat). Seandainya ia mendekatkan dirinya kepada-Ku sejengkal, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sehasta, jika ia mendekat pada-Ku sehasta, Aku akan mendekatkan diri-Ku padanya sedepa, dan jika ia datang kepada-Ku berjalan, Aku akan datang kepadanya dengan berlari”. (HR. Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasa’i, Ibnu Majah dan Baihaqi).
Betapa luar biasa Allah SWT dalam merespon amaliyah dzikir dari para hamba-Nya, terutama acara dzikir berjamaah, bahkan hingga Allah membanggakan mereka yang mengadakan amaliyah dzikir berjamaah itu di depan para malaikat, yang tentunya kalangan para malaikat itu jauh lebih mulia dibanding umumnya manusia.