Anak Buah Prabowo Buat Kebijakan Rugikan Nelayan

Anak buah Prabowo Subianto, Menteri Kelautan dan Perikan Edhy Prabowo membuat kebijakan merugikan nelayan.

Adapun kebijajan yang dikeluarkan Edy Prabowo itu Peraturan terbaru Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 12 Tahun 2020 membolehkan ekspor benih lobster, kepiting, dan rajungan di Indonesia. Keputusan ini merevisi aturan yang dikeluarkan mantan Menteri KKP Susi Pudjiastuti.

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan Abdul Halim mengatakan, Permen 12/2020 menandakan babak baru eksploitasi sumber daya perikanan, khususnya benih lobster untuk tujuan jangka pendek. Pemerintah berdalih ingin menggenjot Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor perikanan.

Permen 12/2020 bertolak belakang dengan hasil kajian Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan (Komnas Kajiskan) yang menunjukkan status sumber daya lobster di 11 Wilayah Pengelolaan Perikanan-Negara Republik Indonesia (WPP-NRI) sudah mengkhawatirkan dan menunjukkan eksploitasi benih besar-besaran.

Permen 12/2020, kata Abdul, tidak serta-merta membolehkan eksploitasi benih lobster di 11 WPP-NRI. Eksploitasi harus diikuti hasil studi Komnas Kajiskan sebagai basis data acuan stok lobster.

Menurut Abdul, penangkapan benih lobster harus diikuti peraturan Dirjen Perikanan Tangkap terkait nelayan kecil yang dibolehkan menangkap benih lobster. “Serta peraturan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) terkait pengawasan pemanfaatan benih lobster,” kata Abdul  di Jakarta, Ahad (10/5) dikutip dari Harian Nasional.

Di sisi lain, potensi eksploitasi menyulitkan pelaku usaha budi daya lobster memperoleh benih berkualitas dengan harga terjangkau. Menurut dia, harga lobster yang sudah dibesarkan di dalam negeri akan jatuh akibat lonjakan permintaan impor benih lobster dari Vietnam.

Potensi gulung tikar pelaku usaha budi daya lobster di dalam negeri sangat mungkin terjadi. Permen 12/2020 seolah-olah ingin menggerakkan usaha budi daya, padahal cuma digunakan sebagai kedok mengeksploitasi benih lobster secara besar-besaran.

Untuk nelayan yang terlibat di dalam pembudidayaan lobster, kata dia, umumnya melakukan pembesaran atau pembenihan. Ketika kebijakan ekspor benih lobster diterbitkan, jelas berdampak pada aktivitas nelayan di bidang pembenihan atau pembesaran.

“Cabut atau revisi aturan itu dengan fokus pembenihan dan pembesaran lobster di dalam negeri,” ujarnya.

Nelayan Lokal Terancam

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menilai, Permen KP 12/2020 wujud keberpihakan pada investor ataupun eksportir. Di saat yang sama, aturan tersebut ancaman bagi penghidupan nelayan, keberlangsungan sumber daya perikanan, dan perekonomian nasional.

“Di dalam Permen KP 12/2020 sangat pro-investor, eksportir, tapi mengkhianati nelayan kecil dan tradisional,” kata Susan.

Menurut dia, Permen KP 12/2020 tetap menjadikan nelayan sebagai pihak yang paling sedikit menerima keuntungan ekonomi, meskipun mereka produsen utama. Kiara mencatat, harga benih lobster di Vietnam Rp 139 ribu per ekor. Hasil tangkapan nelayan hanya dihargai Rp 3.000-Rp 5.000 di dalam negeri.

“Ini potret ketidakadilan yang akan terus mengancam kehidupan nelayan lobster,” ujar Susan.

Pada saat yang sama, pembukaan izin ekspor benih lobster akan mengeksploitasi sumber daya perikanan di pusat-pusat penangkapan dan budi daya lobster di Indonesia. Dalam jangka panjang, eksploitasi ini akan menghancurkan pusat-pusat perikanan rakyat yang selama ini lestari dan berkelanjutan.

Jika pemerintah memiliki komitmen menegakkan keberlanjutan sumber daya perikanan, kata Susan, lobster harus dibesarkan dan dibudidayakan di dalam negeri hingga tiba masanya dikonsumsi atau dijual ke berbagai negara.

“Ekspor benih lobster akan sangat-sangat merugikan perekonomian nasional,” kata dia.

Pusat Data dan Informasi Kiara (2019) mencatat, pemerintah telah menyelamatkan pengiriman 6.669.134 ekor benih lobster ke luar negeri pada 2015-2018. Dampaknya, Rp 464,87 miliar telah berhasil diselamatkan.

Data ini menunjukkan pelarangan ekspor benih lobster berhasil menyelamatkan uang negara. “Larangan ekspor benih lobster terbukti ampuh menyelamatkan perekonomian nasional.”

Ketua Himpunan Pembudidaya Ikan Laut Indonesia (Hipilindo) Effendy Wong mengatakan, secara pribadi tidak setuju ekspor benih lobster. Namun, Permen 12/2020 dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi nelayan di Indonesia.

Dengan Permen KP 12/2020, eksportir tidak semena-mena mengekspor benih lobster ke luar negeri. Pelaku eksportir harus budi daya lobster di Indonesia. “Harapan kita 70 persen benih lobster dibudi daya di Indonesia dan sisanya diekspor,” kata Effendy.

Apabila budi daya lobster di dalam negeri sudah berkembang, kata dia, keran ekspor benih seyogianya ditutup. Dengan aturan tersebut, pemerintah bisa lebih fokus mendorong budi daya lobster di dalam negeri dengan meringankan regulasi yang ada.

Terkait harga benih di tingkat nelayan yang murah sebelumnya, kata Effendy, karena masih terhitung penyelundupan. Menurut dia, pembukaan ekspor benih lobster dapat memberikan pemasukan lebih kepada negara.

“Kalau kita hanya mendorong kenaikan harga benih di tingkat nelayan sementara ekspor diperbolehkan, budi daya dalam negeri tidak akan berkembang,” ujarnya.

Kondisi itu berbeda ketika budi daya lobster di dalam negeri sudah maju dan berkembang pesat. Effendy menilai, kemajuan budi daya lobster di Indonesia secara tidak langsung ikut mendongkrak harga jual benih di tingkat nelayan. Pengusaha akan bersaing mendapatkan benih.

“Jangan dulu berpikir pendek dengan menaikkan harga benih di tingkat nelayan. Itu pendek pemikiran dan tidak benar,” katanya.