Penelitian Badan Intelijen Negara (BIN) memunculkan polemik dengan menyebut 39 persen mahasiswa berfaham radikal.
Demikian dikatakan pemikir Islam Muhammad Ibnu Masduki kepada suaranasional, Senin (30/4). “Istilah radikal yang dimaksud BIN itu apa? nampaknya radikal hanya menyasar Islam saja,” ungkap Ibnu Masduki.
Kata Ibnu Masduki, BIN harusnya juga meneliti gerakan mahasiswa pendukung Papua merdeka. “Faktanya ada kelompok mahasiswa asal Papua yang belajar di Jakarta, Yogyakarta maupun lainnya mengkampanyekan Papua Merdeka, apa ini tidak disebut radikal?” tanya Ibnu Masduki.
Ibnu Masduki mengatakan, BIN sangat bias dalam penelitian yang menyebut beberapa perguruan tinggi tempat persemaian ideologi radikal. “Bahkan di sebut juga kalangan pelajar. BIN harus menyebut sekolah yang diteliti itu,” paparnya.
Selain itu, ia khawatir, dimunculkannya kalangan pelajar yang radikal oleh BIN justru memunculkan antipati terhadap Islam. “Nampaknya radikal dalam penelitian BIN hanya Islam bukan agama lain. Ini sangat berbahaya,” pungkasnya.
Kepala BIN Budi Gunawan mengatakan dari penelitian itu BIN memberikan perhatian terhadap tiga perguruan tinggi karena menjadi basis penyebaran paham radikal. Namun Budi tidak mengungkapkan identitas ketiga perguruan tinggi tersebut.
Berdasarkan penelitian tersebut, lanjut dia, juga diketahui peningkatan paham konservatif keagamaan. Pasalnya, dari penelitian diperoleh data 24 persen mahasiswa dan 23,3 persen pelajar SMA setuju dengan jihad demi tegaknya negara Islam.
“Kondisi ini mengkhawatirkan karena mengancam keberlangsungan NKRI,” kata Budi saat menjadi pembicara kunci dalam Kongres IV BEM PTNU se-Nusantara di Semarang, Sabtu (28/4), seperti dikutip dari Antara.