Banyuwangi – Sekilas Muhammad Rizky bocah gemuk asal banyuwangi tak memperlihatkan kalau ia mengalami kejanggalan pada tubuhnya. Tetapi tanpa disangka Kiki sapaan akrabnya, ini terlahir dengan kelamin ganda.
Kiki terlihat tak ada perbedaan dengan kawan-kawan sebayanya saat ia bermain bersama. Jika diamati, perbedaan yang masih sekolah TK kecil ini bisa dilihat saat ia buang air kecil. Pada saat buang air, air seninya keluar dari benjolan kecil yang berada di dalam lubang seperti kelamin wanita. Namun bagian tubuhnya itu tidak berfungsi normal.
“Kalau pipis (buang air kecil) nggak sakit, tapi harus jongkok,” ucap Kiki seperti yang kami kutip dari detikcom dirumah kosnya di Banyuwangi, Minggu (1/2/2015) sore.
Kiki terlahir dari buah hati pasangan Ahmad Syarwani (45) dan Helis Setyorini (35), tinggal di gang Lombok, Kelurahan Klatak, Banyuwangi. Di ruangan sederhana berukuran 4×5 meter itu, Ibunda Kiki bercerita bahwa Kiki terlahir kembar prematur dengan berat dibawah 2 kilogram. Caessar Pratama, kembaran Kiki, baru saja meninggal 100 hari yang lalu dikarenakan sakit kelenjar getah bening.
Sedikit perbedaan yang dialami saudaranya, kelamin saudara kembarnya itu ‘lengket’ sehingga terlihat tidak normal. “Yang membedakan kalau punya Kiki ini masih bisa disunat. Kalau sunat kan berarti Kiki ini laki-laki,” jelas Hesti dengan berlinang air mata.
Ibunda Kiki bercerita, ia pernah direkomendasikan oleh seorang dokter jika nanti umur Kiki menginjak 7 tahun untuk segera mengambil langkah operasi. Namun karena tak sabar, saat 2012 lalu tepat ketika Kiki berusia 4 tahun, Kiki diperiksakan ke RSUD Blambangan. Dari hasil pemeriksaan itu, Kiki dirujuk ke RSUD Dr Soebandi Jember untuk ditangani lebih lanjut.
Untuk memeriksakan Kiki orang tua Kiki memilih menggunakan jalur umum. Padahal ia memili Ketika pemeriksaan awal dinyatakan jika untuk biaya operasinya membutuhkan anggaran sekitar Rp 30-40 juta. Namun, seminggu pasca pemeriksaan awal, Hesti mendapat kabar dari RSUD Dr Soebandi Jember jika kelamin anaknya tidak bisa dioperasi dan dianggap cacat lahir permanen.
“Rasanya saya langsung putus asa. Bingung mau gimana lagi. Untuk meneruskan perawatan pemeriksaan juga nggak ada biaya,” tambah Hesti.
Penghasilan Suami Hesti ayah dari sehari hari bekerja sebagai tukang bangunan. Ia berharap putra semata wayangnya bisa tumbuh sebagai lelaki normal pada umumnya. Meski ia tahu dengan penghasilan perbulan yang rata-rata hanya berkisar Rp 900 ribu per bulan, ia tetap yakin akan kesembuhan bagi anak lelakinya nanti.
“Saya yakin akan ada pertolongan dari Allah untuk anak saya,” tuturnya sambil menunduk haru.