Oleh: Memet Hakim, Senior Agronomis Kelapa Sawit, Founder Metoda Production Force Manajemen, Dewan Penasihat APIB & APP TNI
Walau semula minyak sawit hanya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng (pangan), akan tetapi saat ini telah dapat diproses juga menjadi “belasan produk Oleo Chemical” dan “Bahan Bakar Nabati (BBN)” berupa Bio Diesel dan Bio Gasoline (Bensin Sawit, Avtur, Gas). Kebutuhan total BBN sekitar 130 juta ton/tahun. Jika Indonesia ingin mengurangi ketergantungan minyak fosil, maka penguatan produksi minyak sawitlah yang memungkinkan sebagai penggantinya. Sumber BBN lainnya sebenarnya banyak, tetapi kurang efisien.
Luas Perkebunan Kelapa Sawit 2023 adalah 16.8 juta ha terdiri dari Perkebunan Rakyat 6.3 juta ha, Perkebunan Swasta 8.4 juta ha, sedang Perkebunan milik Negara hanya 0.56 juta ha. Minyak sawit adalah komoditi strategis tidak boleh didominasi swasta, oleh karena itu ijin2 pengembangan Perkebunan Sawit harus dihentikan segera. Selanjutnya Perkebunan Besar Negara yang harus dibesarkan.
Perkebunan Besar Negara, menghasilkan produktivitas tertinggi, yakni sebesar 51.3 % terhadap potensi. Bila dibandingkan dengan Perkebunan Swasta 43.04 % dan Perkebunan Rakyat 31.99 %, BUMN Perkebunan adalah yang terbaik. Jika dibandingkan PBN/PBS maka terdapat selisih 19 %, tetapi jika PBN/PBS selihnya 60 %. Gap yang begitu besar diyakini akibat masalah pupuk dan manajemen tanaman.
Teknologi pengolahan Minyak Sawit menjadi BBN telah tersedia, akan tetapi masalah utamanya adalah di dalam penyediaan Minyak Sawit sebagai Bahan Baku, karena ada gap yang besar antara Potensi dan Realisasi. Saat ini konsumsi Dalam Negeri sekitar 25 juta ton, kebutuhan Ekspor 25 juta ton, dan produksi Minyak Sawit 50 juta ton (Bisnis.com).
Tahun 2024, pemerintah menetapkan kuota BBM subsidi jenis Pertalite sebesar 31,6 juta kilo liter (kl), sedangkan untuk jenis Solar Subsidi sebesar 19,58 juta kl total minyak subsidi 51.18 juta kl (CNBC Indonesia, 02 January 2025), sedang kebutuhan total semuruh BBM adalah 126,39 Juta KL pada 2023 (Bisnis.com 06.12.2024). artinya BBM non subsidi ada 75.21 juta kl.
Kebutuhan BBM seluruhnya tahun 2025 diperkirakan 130 juta ton , jika seluruh BBM di ganti BBN, maka kebutuhan Minyak Sawit sedikitnya 130 juta ton ditambah kuota ekspor minyak sawit 25 juta ton sama dengan menjadi 155 juta ton, sedang produksi saat ini tersedia hanya 50 juta ton, artinya kekurangan Minyak Sawit sebesar 105 ton. Indonesia harus dapat menghasilkan produksi Nasional minimal sebanyak 160 juta ton/tahun.
Kebun Kelapa sawit yang ada saat ini, secara praktis andaikan dirawat secara intensif, produksinya paling dapat ditingkatkan menjadi 100 juta ton. Kekurangannya 50 juta ton lagi dapat diperoleh dengan cara mengembangkan lahan baru seluas sekitar 11 juta ha, lahan tersedia berupa Sisa IUP Kelapa Sawit 3.5 juta Ha (European Forest Institute, 2024), Lahan Tidur 20.5 juta Ha (Kompas.com, 13/05/2024) dan Lahan Kehutanan yang dapat dikonversi 20 Juta Ha (Kompas.tv, 03.01. 2025). Jadi Indonesia benar2 dapat mandiri didalam sektor energi ini, karena lahan cukup tersedia.
Kesulitannya untuk meningkatkan produksi Minyak Sawit Nasional ini adalah adanya 8 instansi yang terlibat yakni 1. Kementerian Pertanian, 2. Kementerian Perindustrian, 3. Kementerian Perdagangan, 4. PT Pertamina, 5. BPDPKS, 6. ATR, 7. Pemda, dan 8. Perbankan. Sehingga dibutuhkan koordinasi yang baik atau dibutuhkan suatu Badan tersendiri yang dapat menyatukan ke-8 instansi ini. Masalahnya bagaimana mengatur ke 8 instansi ini agar sama-sama bergerak dan mendukung agar memenuhi kebutuhan produksi Minyak Sawit Nasional. Indonesia harus menjadi pengendali Minyak Sawit di dunia ini dan menghentikan impor minyak fosil yang berkualitas rendah.
Sudah barang tentu diperlukan Rencana Jangka Panjang a.l :
1. Meningkatkan produksi Minyak Sawit Nasional yang 50 juta ton dijadikan 100 kemudian 150 juta ton, lewat berbagai program yakni,
a. Pemberian Pupuk Subsidi dari rerata 1 kg/pohon/tahun menjadi 8 kg/pohon/tahun, sehingga produktivitas akan meloncat naik.
b. Penggunaan Metoda Production Force Management yang menungkinkan produktivitas meningkat antara 60-100 %
c. Diperkirakan ada 5-10% kebun kelapa sawit yang perlu pengendalikan genangan airnya
d. Perbaikan jaringan jalan produksi, agar seluruh produksi dapat dikirim ke Pabrik Kelapa sawit dalam waktu sesingkat-singkatnya.
Fakta di lapangan bahwa Perkebunan Rakyat, bahkan Perkebunan besar banyak yang tidak mengenal pupuk, itulah sebabnya perlu diberikan pupuk subsidi. Pupuk subsidi ini akan kembali dalam bentuk pajak, Bea Keluar da Pungutan ekspor yang jumlahnya 2 x lipat pengeluaran untuk subsisi.. Di PTPN yang produktivitasnya tertinggi juga jarang sekali menggunakan pupuk secara penuh. Kalkulasinya biaya pupuk dibebankan pada tahun ini, sedang hasilnya dirasakan ditahun depannya, sehingga seringkali perhitungan seperti ini menjadi dilema, karena menjadi tolok ukur akhir adalah laba Usaha di tahun ybs.
2. Memperkuat Perkebunan BUMN (PTPN), supaya memiliki luas minimal 51 % dari total luas kelapa sawit Nasional dengan alasan sbb.:
a. PTPN luasnya hanya 3.5 % saja dari luas total kebun kelapa sawit di Indonesia, perlu ditingkatkan menjadi 51 % atau minimal 11 juta ha.
b. PTPN justru harus dikembangkan bukan digabungkan. Minimal ada 11 juta ha areal tambahan untuk dikelola PTPN, untuk itu diperlukan ada 11-12 PTPN pengelola Kelapa Sawit @ 1 juta ha kebun.
c. PTPN menghasilkan Produktivitas tertinggi, 11 % diatas Perkebunan Swasta dan 19 % diatas Perkebunan Rakyat.
d. PTPN memiliki SDM yang relatif baik, memiliki Lembaga Pendidikan dan Badab Riset sendiri yang mumpuni.
e. PTPN membayar pajak lebih banyak dibanding Perkebunan Swasta, artinya dengan mengembangkan PTPN, Negara diuntungkan.
f. PTPN membayar Deviden setiap tahun ke Negara, tetapi Perkebunan Swasta tidak membayar Royalti atau apapun selain Pajak.
g. Diperlukan BUMN Pengolahan BBN tersendiri yang memproduksi seluruh jenis BBN (Bahan Bakar Nabati) seperti, Bio Diesel, Bio Avtur, Bio Gasoline. Sangat riskan jika BBN yang sifatnya strategis ini seluruhnya dipegang oleh swasta.
Dampak langsung subsidi pupuk untuk tanaman kelapa sawit adalah meningkatnya produktivitas TBS dan selajutnya meningkatkan pendapatan petani/pengusaha kelapa sawit. Selanjutnya pemerintahnya mendapatkan Paka dan Non Pajak yang besarnya 2 x lipat nilai biaya subsidi. Selain itu, akibat membesarnya pendapatan petani/pengusaha sawit, ada eskalasi peredaran uang dan ekonomi di daerah, penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka kemiskinan. Dampak tidak langsungnya (multiplier effect) adalah efek ganda yang terjadi ketika suatu kegiatan ekonomi meningkat akibat adanya peningkatan pendapatan dan belanja.
Mengembangkan BUMN Perkebunan (PTPN) dapat dilakukan dengan berbagai cara yakni berikan penugasan kepada BUMN Perkebunan sbb :
1. Mengambil alih Perusahaan swasta yang terbengkalai
2. Mengangabil alih perkebunan yang mengalami permasalahan dengan Bank sejak kolateral 2 atau 3
3. Membuka lahan baru pada lahan tidur/terlantar
4. Membuka lahan baru pada areal hutan yang terbengkalai atau yang dapat dikonversi.
PTPN lebih mudah diatur oleh pemerintah, jumlah PTPN pengelola Kelapa sawit ada 10 dari 14 unit. Sebarannya 1 unit ada di Pulau Jawa, Sumatera 7 Unit, Kalimantan 1 Unit dan Sulawesi 1 unit. Potensi pengembangan terletak di Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi, tapi yang terbanyak di Papua. Mengembangkan PTPN Kelapa sawit dari 9 menjadi 18 PTPN yang merupakan BUMN lebih aman, karena Minyak Sawit adalah komoditi Strategis. Pengembangan PTPN dan luas kebun termasuk Plasmanya dapat dilakukan dalam waktu 10 tahun, jadi diperlukan rencana jangka Panjang sbb :
1. Mengembangkan lahan di PTPN di Sumatera seluas 1.5 juta Ha, tersebar di 6 provinsi kecuali Lampung karena iklimnya tidak sesuai.
2. Menambah Jumlah PTPN sbb :
a. Menambah 2 PTPN di Kalimantan yaitu 1. Kalimantan Barat, 2. Kalimantan Tengah dan Selatan serta 3. Kalimantan Timur & Utara. Ke-3 PTPN ini dapat ditugaskan untuk menambah areal kelapa sawit seluas 3 juta ha.
b. Menambah 3 PTPN di Sulawesi yaitu di 1. Sulawesi Selatan & Barat, 2, Sulawesi tengah, 3. Sulawesi Utara & Gorontalo, 4. Tenggara. Ke-4 PTPN ini dapat diberi tugas mengembangkan areal kebun kelapa sawit seluas 3 juta ha
c. Menambah 1 PTPN di Maluku (Utara & Selatan), diberi tugas mengelola kebun sawit seluas 500.000 ha
d. Menambah 3 PTPN di Papua yaitu, 1. Papua, 2. Papua Barat & 3. Tengah, Papua Selatan. Ke-3 PTPN di Papua ini diberi tugas menanam kelapa sawit seluas 3 juta ha.
Walau saat ini produksi Minyak Sawit masih disekitar 50 juta ton, melihat potensinya pengembangan ini dapat dilakukan sbb :
1. Tahap 1 (5 tahun Pertama) : Memenuhi Kekurangan Minyak Sawit BBN bersubsidi sebanyak 52 juta ton
2. Tahap 2 (5 tahun kedua) : Memenuhi seluruh kebutuhan Minyak Sawit bersubsidi dan Non Subsidi sebanyak 130 juta ton
Secara Politis, tentu dengan adanya penemuan Bio Diesel, Bensa, Bio Avtur, Bio Gas dari CPO itu sangat menggembirakan, akan tetapi tentu banyak yang terganggu bisnis impornya. Pemerintah tentu harus mengantisipasi hal-hal negatifnya juga.
Bandung 24 Januari 2025