Akibat Kemarau Panjang, Produksi Minyak Sawit Turun dan Waspadai Harga Meroket Lagi

Memet Hakim, Senior Agronomis, Dosen LB Unpad ETCAS, Oil Palm Bussiness Recovery & Rescue

Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita K., menyebutkan musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah seperti di Korea Selatan. BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada “minggu terakhir Agustus 2023’ yang dipicu fenomena El Nino. (CNN Indonesia, 10.08 2023). Kondisi pada saat puncak kemarau tahun ini akan seperti kekeringan pada 2019 meski tidak akan separah 2015. Kita diuntungkan karena masih punya laut,” Ini adalah fenomena global yang terjadi tidak hanya di Indonesia.

Menurut Kukuh Prasetyaningtyas, 17 Apr 2023 dari BMKG juga, Prakiraan Musim Kemarau 2023 di Indonesia umumnya (61,52%) menunjukkan bahwa sebagian besar wilayah diprakirakan mengalami Awal Musim Kemarau 2023 pada kisaran bulan April hingga Juni 2023. Puncak Musim Kemarau 2023 di sebagian besar wilayah diprakirakan terjadi pada bulan Juli dan Agustus 2023, artinya hujan baru datang di akhir bulan Nonember atau awal bulan Desember”.

Guswanto, (Kompas.com – 05/07/2023), dari BMKG, menyampaikan bahwa karena El Nino masih lemah, diidentifikasi masih terdapat hujan yang turun di beberapa wilayah. Beberapa wilayah bahkan masih dilanda hujan kategori lebat hingga sangat lebat. Wilayah-wilayah tersebut, yaitu sebagian wilayah Kepulauan Riau, Jambi, Kalimantan Barat, dan Bali. Sedangkan hujan ringan sampai sedang terjadi di sebagian Aceh, Riau, Sumatra Selatan, dan Bangka Belitung. Kemudian, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan.

Dari ketiga ahli di BMKG ini dapatlah disimpulkan secara umum bahwa tahun ini akan terjadi Kemarau Panjang di Indonesia, durasinya antara 3-7 bulan, tetapi yang ekstrim sampai 7-9 bulan kering. Puncak Kemarau ada pada bulan Agustus, sehingga hujan akan dimulai akhir bulan November atau diawal Desember 2023. Hujan masih ada dibeberapa daerah terutama di bagian Tengah Indonesia persisnya di wilayah iklim Equatorial.

Atas dasar data dari BMKG diatas, diperkirakan produksi minyak sawit Nasional akan turun sampai 60 % yakni 40 % di tahun 2023 dan 20 % di tahun 2024. Produksi nasional minyak sawit (CPO +PKO) 2022 = 54 juta ton akan turun menjadi 38 juta ton di tahun 2023 dan menjadi 43 ton di tahun 2024, artinya aka nada pengurangan sebesar 16 juta ton dan 11 juta ton di tahun 2024. Larangan ekspor minyak sawit mentah atau CPO tersebut ternyata berdampak signifikan pada petani kelapa sawit. Tandan buah segar atau TBS yang mereka panen tidak diserap industri yang setop berproduksi. Harga TBS pun anjlok meskipun pemerintah telah mencabut kembali larangan ekspor sebulan kemudian.

Secara teknis dampak kemarau panjang ini membuat buah muda (masih hitam warnanya) menjadi busuk dan ringan karena kehilangan air, bunga betina failures (gugur) dan primordia bunga (24 bulan kemudian) abortus. Kondisi ini sangat tergantung pada jenis tanah, kondisi akar dan Kesehatan tanaman. Artinya tbs yang 4-6 bulan lagi diharapkankan dapat dipanen, akan gagal panen, kondisi ini terus berjalan selama 24 bulan kemudian.

Dampak dari pengurangan produksi minyak sawit tersebut akan berpengaruh pada harga minyak sawit dan minyak goreng. Dengan asumsi alokasi kebutuhan dalam negeri seperti kebutuhannnya minyak goreng, campuran bio-diesel dan industri oleochemicals di dalam negeri sekitar 20 juta ton, tidak diganggu, maka jumlah ekspor minyak sawit dari akan berkurang hingga hampir 50% yakni dari 34 juta ton menjadi 18 juta ton. Perubahan yang sangat signifikan ini akan membuat pasokan dipasar dunia terguncang, sehingga harga minyak sawit akan terus meningkat. Ijin ekspor, harus disesuaikan dengan prediksi produksi, supaya kebutuhan dalam negeri dapat terpenuhi dahulu. Menteri perdagangan harus waspada atas manuver para eksportir kelapa sawit. Kasus korupsi jangan sampai kembali mencuat.

Bagi yang telah menerapkan metoda Production Force management yang berbasiskan manajemen akar dan kanopi, dampak kemarau panjang ini tidak terlalu membebani cash flow usaha. Kiat untuk menghadapi ancaman kemarau panjang antara lain sbb :
1. Melakukan efisiensi terutama di biaya operasi (Variable cost)
2. Menunda pemupukan sampai curah hujan mencapai 100 mm/bulan
3. Tunda perbaikan2 rumah dan bangunan, infra struktur, kecuali yang sangat vital
4. Kurangi frekuensi perawatan tanaman sedapat mungkin.
5. Kurangi kerja shift di pabrik pengolahan, sesuaikan jam kerjanya dengan realisasi produksi.
6. Manfaatkan Fixed cost untuk perkerjaan yang mungkin dikerjakan
7. Segera lakukan metoda PFM agar kerugian saat ini, dapat ditutup dengan keuntungan pada saat musim normal.

Para petani sawit akan merasakan sekali dampak kemarau Panjang ini, pendapatan mereka akan merosot. Mungkin Pemerintah dapat membantu mengembalikan sebagian pendapatan dari Bea Keluar dan Pungutan Ekspor dalam bentuk Bantuan Tunai Langsung dan atau bantuan lainnya untuk mengurangi kesulitan para petani.

Dengan prediksi ini semua pihak terkait dapat mengantisipasinya dengan baik, Perusahaan perkebunan kelapa sawit juga akan sangan merasakan dampaknya, para petani demikian juga, pendapatan para pemanen juga akan turun. Harga pokok produksi minyak CPO akan meningkat dari sekitar Rp 6.000/kg CPO akan menjadi sekitar Rp 9.000/kg CPO. Dampak kemarau ini akan berjalan cukup lama yakni selama 24 bulan.

Bandung 05,09.2023