Menakar Sistem Hitung Digital Pada Pemilu Indonesia di Masa Mendatang ?

Oleh: Agusto Sulistio – Pegiat Sosmed.

Bangsa dan negara kita saat ini tengah menghadapi tantangan besar terkait integritas pemilihan umum, khususnya setelah dugaan kecurangan yang muncul dalam Pilpres 2024. Salah satu penyebabnya adalah kesimpang siuran hasil suara dari aplikasi digital Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap). Situasi ini telah mengakibatkan keraguan terhadap hasil pemilihan, memperkeruh suasana politik, dan mengancam stabilitas keamanan negara.

Dalam konteks ini, Indonesia harus mencari solusi yang tepat dimasa mendatang untuk memastikan pemilihan umum yang adil, transparan, dan bebas dari kecurangan. Artikel ini akan mengeksplorasi berbagai sistem pemilu yang dapat menjadi alternatif untuk memperkuat integritas dan keamanan proses pemilihan umum di Indonesia.

Sistem Hitung Berbasis Digital Kerap Timbulkan Masalah.

Dari pengalaman International Foundation for Electoral Systems (IFES) yang kami rangkum dari berbagai sumber terpercaya, bahwa IFES yang sejak tahun 1987 telah menangani persoalan pemilu lebih dari 135 negara, tidak semua persoalan pemilu disebabkan oleh penggunaan aplikasi perhitungan suara berbasis digital. Namun, penggunaan teknologi dalam pemilu kerap menjadi faktor yang mempengaruhi integritas dan transparansi proses pemilihan. Hal itu disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Rentan terhadap manipulasi: Sistem aplikasi perhitungan suara berbasis digital rentan terhadap manipulasi dan serangan cyber, yang dapat memengaruhi integritas dan keandalan proses pemilihan.

2. Kerentanan terhadap kesalahan teknis: Penggunaan teknologi dalam pemilu juga rentan terhadap kesalahan teknis atau bug dalam sistem aplikasi, yang dapat mengganggu proses perhitungan suara dan menghasilkan hasil yang tidak akurat.

3. Ketergantungan pada infrastruktur teknologi: Penggunaan aplikasi perhitungan suara berbasis digital memerlukan infrastruktur teknologi yang handal dan terjamin keamanannya. Jika infrastruktur tersebut tidak memadai, dapat menyebabkan gangguan dalam proses pemilihan.

Dari pengalaman IFES dalam menangani persoalan pemilu di banyak negara, beberapa penyebab umum persoalan pemilu antara lain:

1. Kurangnya kapasitas lembaga pemilihan: Banyak negara mengalami persoalan pemilu karena kurangnya kapasitas dan keterampilan lembaga pemilihan dalam menyelenggarakan pemilihan umum yang adil dan transparan.

2. Politisasi lembaga pemilihan: Beberapa negara mengalami masalah dalam proses pemilihan karena lembaga pemilihan dipolitisasi atau terpengaruh oleh kepentingan politik tertentu, yang dapat mengurangi integritas dan independensinya.

3. Keterlibatan aktor non-negara yang negatif: Persoalan pemilu juga dapat disebabkan oleh keterlibatan aktor non-negara yang negatif, seperti kelompok ekstremis atau kekuatan asing yang mencoba untuk mempengaruhi hasil pemilihan.

Beberapa Negara Konflik Akibat Sistem Hitung Digital

Beberapa negara yang mengalami kekacauan akibat penggunaan alat hitung berbasis digital yang menimbulkan kecurigaan dari masing-masing kubu kandidat dan pendukungnya, sehingga menimbulkan konflik berkepanjangan, antara lain:

1. Kenya (2007):
– Pada tahun 2007, Kenya mengalami kekacauan politik yang meluas setelah pemilihan umum yang kontroversial. Salah satu faktor yang menyebabkan ketegangan adalah penggunaan teknologi dalam proses pemilihan, termasuk penggunaan alat hitung berbasis digital.
– Kedua kubu kandidat, Mwai Kibaki dan Raila Odinga, saling menuduh kecurangan dalam perhitungan suara. Pendukung dari kedua kubu terlibat dalam kerusuhan dan konflik berkepanjangan yang mengakibatkan ratusan orang tewas dan ribuan lainnya mengungsi.

2. Venezuela (2018):
– Pada pemilihan umum presiden Venezuela tahun 2018, terdapat dugaan kecurangan yang melibatkan penggunaan teknologi dalam perhitungan suara.
– Kubu oposisi menuduh pemerintah menggunakan alat hitung berbasis digital untuk memanipulasi hasil pemilihan guna menguntungkan kandidat presiden Nicolas Maduro. Hal ini memicu protes dan kerusuhan di berbagai wilayah Venezuela.

3. Nigeria (2019):
– Pada pemilihan umum Nigeria tahun 2019, terdapat dugaan kecurangan dalam penggunaan alat hitung berbasis digital.
– Kubu oposisi menuduh pemerintah menggunakan teknologi dalam manipulasi hasil pemilihan guna memenangkan kandidat presiden petahana, Muhammadu Buhari. Persoalan ini memicu konflik dan protes di beberapa wilayah Nigeria, mengakibatkan kerusuhan dan ketegangan politik yang berkepanjangan.

Contoh kerugian akibat kerusuhan yang terjadi di negara-negara tersebut antara lain:

1. Korban jiwa dan cedera: Kerusuhan yang terjadi akibat perselisihan politik dalam pemilihan umum seringkali mengakibatkan korban jiwa dan cedera di kalangan warga sipil yang tidak bersalah.

2. Kerugian ekonomi: Kerusuhan politik dapat menyebabkan kerugian ekonomi yang besar, baik akibat kerusakan infrastruktur maupun penurunan investasi dan pertumbuhan ekonomi.

3. Ketidakstabilan politik: Konflik berkepanjangan akibat hasil pemilihan yang dipertentangkan dapat mengakibatkan ketidakstabilan politik dalam jangka panjang, yang dapat menghambat pembangunan dan rekonsiliasi nasional.

Kesadaran Mencari Sistem Pemilu Yang Tepat.

Setelah mengetahui bahwa perhitungan dengan sistem aplikasi digital menjadi salah satu penyebab konflik dalam pemilihan umum, langkah selanjutnya dari negara-negara tersebut bervariasi, dengan melihat situasi politik dan kebijakan pemerintahan masing-masing negara. Beberapa langkah yang mungkin diambil adalah:

1. Reformasi Sistem Pemilihan: Negara-negara tersebut melakukan reformasi pada sistem pemilihannya, termasuk revisi atau penghapusan penggunaan sistem aplikasi digital dalam perhitungan suara. Mungkin ada yang memilih untuk kembali menggunakan sistem perhitungan manual atau mengadopsi sistem pemilu berdasarkan azas musyawarah mufakat, yang melibatkan partisipasi aktif dari semua pihak terkait dalam proses pemilihan.

2. Penyelidikan dan Penegakan Hukum: Melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan kecurangan dalam pemilihan umum dan menegakkan hukum terhadap pelaku yang bertanggung jawab. Langkah ini bertujuan untuk memastikan akuntabilitas dan memulihkan kepercayaan publik terhadap integritas proses pemilihan.

3. Dialog dan Konsultasi: Melakukan dialog dan konsultasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk partai politik, lembaga pemilihan umum, dan masyarakat sipil, untuk mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun konsensus dan mendukung upaya rekonsiliasi nasional.

4. Penguatan Demokrasi: Melakukan upaya untuk memperkuat prinsip-prinsip demokrasi, termasuk transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat dalam proses politik. Ini dapat melibatkan reformasi dalam sistem politik dan hukum untuk menghindari terulangnya konflik dalam pemilihan umum mendatang.

Kesadaran untuk kembali menggunakan sistem perhitungan manual atau menggunakan sistem pemilu berdasarkan azas musyawarah mufakat mungkin menjadi salah satu opsi yang dipertimbangkan oleh negara-negara yang terdampak akibat penggunaan sistem hitung berbasis digital, terutama jika penggunaan sistem aplikasi digital dianggap sebagai penyebab konflik dan ketidakpercayaan terhadap hasil pemilihan. Namun, keputusan akhir akan sangat bergantung pada situasi politik, hukum, dan sosial dari masing-masing negara.

Kesimpulan

Indonesia harus mempertimbangkan risiko yang terkait dengan sistem pemilihan umum. Mengembalikan sistem perhitungan manual atau menggunakan sistem berdasarkan musyawarah mufakat (Sila ke 4, PANCASILA) bisa menjadi solusi untuk menghindari konflik yang disebabkan oleh teknologi. Namun, keputusan akhir harus disesuaikan dengan konteks politik, hukum, dan sosial masing-masing negara.

Kalibata, Jakarta Selatan, Senin 18 Maret 2024, 10:11 Wib.

END.