Manunggaling Kawula Gusti dalam Kepemimpinan

Oleh: Habib Jansen Boediantono

Bangsa Indonesia memiliki keunikan sendiri dalam hal kepemimpinan. Kepemimpinan bangsa tidak merujuk baik pada sistem presidensial, parlementer apalagi monarki tetapi pada suatu nilai yaitu hikmat (ilmu) kebijaksanaan yang diperoleh dari musyawarah perwakilan rakyat. Dengan demikian pemimpin hanyalah orang yang diberikan mandat untuk melaksanakan hikmat kebijaksanaan tersebut di dalam mengelola negara. Inilah ilmu bangsa yang terdapat dalam sila ke 4, kepemimpinan yang dilahirkan dari proses manunggaling kawula gusti

Dalam manunggaling kawula-gusti pemimpin merupakan produk dari proses illuminasi rakyat yang biasa kita sebut sebagai kerakyatan. Paham ini menyatakan pemimpin berwujud dari penyinaran illuminasi melalui proses bertingkat – tingkat berupa musyawarah. Musyawarah tertinggi sebagai sumber kebijaksanaan adalah Majelis Pemusyawaratan Rakyat. Pemimpin berasal dari sumber kebijaksanaan tersebut yang mewujud melalui pancaran cahaya dengan proses yang relatif sama dengan pelimpahan ( emanasi ). Oleh karena itu antara pemimpin dengan rakyat memiliki relasi ontologis substanstif yang bersifat dialektik. Ada hubungan dari atas kebawah dan dari bawah keatas untuk kembali bersatu (manunggaling kawula – gusti ).

Manunggaling kawula-gusti adalah sebuah cara khas yang hanya dimiliki bangsa indonesia dalam menjadikan rakyat sebagai subjek bernegara. Dalam menata negara, seorang pemimpin wajib mengikuti keinginan rakyat sebab pemimpin dilahirkan untuk menyatakan sikap TAHTA UNTUK RAKYAT. Dan rakyat harus menghormati pemimpin sebab pemimpin adalah orang yang ‘ditinggikan seranting’ dan ‘dimajukan selangkah’ dari mereka. Persoalannya adalah : bagaimanakah bentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang benar agar pemimpin lahir dari proses manunggaling kawula-gusti ? Jawabannya akan habib bahas pada sabda selon episode yang akan datang