Oleh: Ahmad Basri (Ketua K3PP Tubaba/Alumni UMY)
Pertemuan Surya Paloh yang sekaligus ketua Partai NasDem dengan Presiden Jokowi di Istana Negara, minggu, 18 Februari 2024, bukanlah pertemuan yang biasa, namun memiliki makna yang dalam pasca pemilun14 Februari. Kita ketahui Partai Nasdem merupakan motor penggerak utama pengusung pasangan 01 Anies – Muhaimin selain PKS tentunya. Walaupun pihak istana mengatakan itu pertemuan biasa diantara “ mereka “ sebagai sesama anak bangsa.
Kita ketahui bahwa pasca pemilu 14 Februari 2024, lalu melalui quick count hitungan cepat lembaga survei, paslon 02 Prabowo Gibran unggul muntlak dibandingkan dua pasangan lainnya 01 dan 03. Prabowo Gibran mendapatkan 57 – 58 persen suara sedangkan 01 (25 persen) 03 ( 20 persen ), sebuah angka yang sangat sulit untuk dikejar oleh kedua pasangan, walaupun penghitungan real count manual masih berjalan telah masuk hampir 70 persen lebih.
Ada banyak tafsir politik melihat pertemuan Surya Paloh dan Presiden Jokowi. Tafsir politik yang paling bisa dipahami dan rasional bisa jadi Presiden Jokowi “membujuk“ Surya Paloh untuk menerima hasil pemilu sebagai realitas politik yang ada. Tidak lagi mempersoalkan proses hasil pemilu 14 Februari 2024, yang telah dimenangkan oleh pasangan 02, yang kebetulan juga Gibran putra sulung Jokowi berpasangan dengan Prabowo.
Jika pada akhir pertemuan itu berhasil merubah sikap pandangan politik Surya Paloh – Nasdem, setidaknya satu putaran pipres 2024 akan terwujud dengan catatan real count KPU sama hasilnya dengan quick count lembaga survei. Tidak ada lagi terbangun narasi kecurangan terhadap hasil pemilu 2024 terhadap 02 sehingga sengketa pemilu tidak masuk ranah hukum – MK. Pesan itu yang mungkin bisa dipahami pertemuan Surya Paloh – Nasdem dengan Presiden Jokowi.
Walaupun secara resmi belum memberikan pernyataan arah hasil pertemuan “istana“ Surya Paloh kemana arah politik yang sesungguhnya pasca pemily. Namun dugaan besar pada akhirnya Surya Paloh – Nasdem akan bergabung dalam kabinet yang kelak akan dipimpin oleh Prabowo sebagai presiden. Sulit untuk Surya Paloh – Nasdem mengambil pilihan untuk diluar kabinet menjadi oposisi.
Melihat kepentingan seorang Surya Paloh sebagai seorang “bisnisman“ pilihan mengambil bagian dari oposisi diluar kabinet sangatlah berisoko. Hitungan ekonomi politik tentu tak mungkin akan mengambil pilihan oposisi. Melihat karakter seorang Surya Paloh – NasDem tentu menjadi bagian dari kekuasaan masuk dalam kabinet pemerintahan Prabowo adalah jalan paling modert.
Jika apa yang diambil oleh Surya Paloh – Nasdem pada akhirnya akan dikuti oleh PKS dan PKB. Sikap PKS walaupun belum resmi sebagai sikap partai beberapa politisi senior PKS seperti M Taufik Zoelkifli memberikan sinyal bahwa apa yang telah diraih oleh 02 adalah realitas politik yang harus kita terima dengan ikhlas – legowo. Jika dipahami pernyataan tersebut sesungguhnya langkah politik PKS lebih maju lagi dibandingkan Nasdem.
Bisa menjadi PKS menjadi bagian dari koalisi besar dalam kebinet. Secara piskologis politik PKS dan Gerindra – Prabowo memiliki banyak persamaan. Dalam pemilu pilpres 2014 – 2019 misalkan, PKS merupakan mesin utama pendukung Prabowo sehingga sepertinya sangat sulit PKS untuk mau diluar kabinet. Terlepas mungkin pilihan masuk kabinet Surya Paloh – Nasdem dan PKS, menimbulkan riak penolakan dan kekecewan diarus bawah namun seiring waktu akan menghilang dengan sendirinya.
Dari pertemuan Surya Paloh – Nasdem dan Jokowi di istana sesungguhnya menunjukan peran seorang “ ANIES “ sudah selesai tidak lagi memiliki kekuatan dan pengaruh apapun dalam konstelasi politik hari ini pasca pemilu 14 Februari 2024. Ini menunjukan bahwa “ Anies “ telah dibuang oleh Surya Paloh – Nasdem walaupun tidak secara implisit itu dikemukakan.
Semua keputusan dan arah perjuangan politik kedepannya ada ditangan Surya Paloh – Nasdem. Anies tidak memiliki peran politik apapun dan kekuatan dan nama besar Anies telah sirna seiring hasil pemilu 2024. Atau jika Surya Paloh – Nasdem masih ingin berbaik hati untuk karir politik Anies kedepannya, pilkada DKI 2024 yang akan datang bisa jadi menjadi pilihannya.
Sikap oposisi diluar kabinet lebih realistis diambil oleh PDIP. Bagi PDIP masuk dalam kabinet Prabowo, tentu akan menimbulkan gejolak internal dan lebih membahayakan keutuhan partai. Menjadi oposisi merupakan bentuk penguatan kembal,i membangun konsilidasi politik dalam internal PDIP lebih kuat lagi, yang tercabik – cabik akibat “ hijrah “ nya Jokowi dari PDIP.
Pengalaman sepuluh tahun menjadi oposisi diluar kabinet dimasa pemerintahan SBY, setidaknya menjadi oposisi bukanlah sesuatu yang baru apalagi tabu. Terbukti pada akhirnya PDIP mampu bangkit kembali menjadi partai besar. Bagi PDIP saat ini adalah bagaimana menerima kemenangan 02 dengan legowo itu yang lebih penting dan utama daripada membangun narasi kecurangan dalam pemilu.