Jokowi Tegaskan Presiden Boleh Memihak di Pilpres, Mayjen (Purn) Tri Tamtomo: Ini Picu Kerawanan!

Pernyataan Presiden Joko Widodo, yang menegaskan bahwa presiden boleh memihak dan berkampanye, berbahaya karena mengandung kerawanan. Pernyataan itu cenderung akan membuat kotak-kotak segmentasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Penegasan itu disampaikan Mayjen (Purn) Tri Tamtomo menyikapi penegasan Presiden Jokowi di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma (24/01/2024).

“Kalau ada yang bilang (pernyataan presiden boleh memihak) itu biasa-biasa saja, itu salah makan obat! Itu mengandung kerawanan. UUD 45 menegaskan bahwa presiden dipilih oleh rakyat, dan bertanggungjawab pada rakyat. Dalam hal ini, presiden adalah bagian dari pemerintahan yang harus menyelamatkan rakyat, berarti dia ada di seluruh anak bangsa. Presiden itu milik rakyat dan bangsa, jika ingin memihak di dalam hati saja, tak perlu diungkapkan. Kalau presiden memihak, itu berbahaya karena akan cenderung membuat kotak-kotak segmentasi di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Tri Tamtomo dalam kepada itoday (21/01/2023).

Mantan anggota Komisi I DPR RI ini juga menyitir UU 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan UU 30/2014 Tentang Administrasi Pemerintahan. Menurut Tri Tamtomo, UU Administrasi Pemerintahan (Minpem) menegaskan bahwa pejabat pemerintah daerah dan seterusnya tidak boleh mencampuradukkan wewenang dan kekuasaan yang sewenang-wenang dan dapat menimbulkan konflik kepentingan.

“Di dalam UU ASN, pasal 24 maupun pasal 59 jelas ditegaskan bahwa setiap pejabat pemerintahan wajib menjaga netralitas. Selanjutnya, jangan lupa amanah Reformasi 98 bahwa dari sekian butir-butir yang menonjol di situ dinyatakan hapus KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme),” tegas mantan Sekretaris Lemhannas ini.

Tri Tamtomo mengingatkan, pernyataan Presiden Jokowi itu hanya ditinjau dari satu undang-undang saja, yakni UU 7/2017 tentang Pemilu. Sesuai amanah UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, bahwa memahami sebuah undang undang harus juga mengkaji undang-undang lain yang mendukung undang-undang tersebut.

“Jika membaca undang-undang harus membaca juga beberapa undang-undang yang mendukungnya, karena itu amanah dari UU 12/2011. Pasal 5 sampai pasal 9, ditegaskan undang-undang tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan lain atau peraturan lain di atasnya,” beber Tri Tamtomo.

Jokowi, kata Tri Tamtomo, telah mengabaikan pasal lain di dalam UU Pemilu. “Yang kita lihat Jokowi lupa tidak melihat pasal 280 di dalam undang-undang yang sama. Kemudian juga tidak melihat pasal 306, pasal 307 berikutnya. Padahal ini yang ‘mengerem’ (membatasi) ketentuan pasal 299 yang disebut Jokowi itu,” kata Tri Tamtomo.

Menurut Tri Tamtomo, Presiden Jokowi mengabaikan peraturan perundangan yang lain sehingga “tersandung” pernyataan kontroversial karena tidak membaca undang undang yang terkait secara lengkap.

“Jokowi telah mengabaikan undang undang yang ada, sehingga keserimpet dengan tidak membaca undang-undang secara lengkap. Ini yang salah para staf di sekeliling Jokowi. Staf presiden harus jeli, setiap presiden akan menyatakan sikap atau berpidato harus dibekali dengan data yang lengkap. Apakah bagian penerangan sudah berkoordinasi terkait apa saja yang ditanyakan kepada presiden? Ini supaya tidak terkesan ‘asbun’. Begini akhirnya, kesleo dan dinilai bermasalah buat bangsa dan negara” tegas Tri Tamtomo.

Tri Tamtomo juga menyebut Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia (MenpanRB) sebagai lembaga yang harus mengingatkan posisi Presiden.

“Jokowi ini orangnya lugu. Menpan RB harus tau ini. Yang mengontrol ini harusnya Kemenpan RB dan Sesmil presiden. Sesmil harus mengingatkan presiden, karena di dalam acara seperti itu teman-teman media pasti hadir. Harus diinformasikan apa yang akan ditanyakan dan bagaimana menjawabnya. Jika itu tidak jalan, akhirnya seperti itu, presiden kesleo,” pungkas Tri Tamtomo.