Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengkhianati reformasi dan demokrasi dengan menjadikan putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka (Gibran) menjadi cawapres melalui rekayasa Mahkamah Konstitusi (MK).
“Jokowi kini berkhianat. Berkhianat terhadap reformasi dan demokrasi, terhadap rakyat, terhadap partai politik yang membesarkannya,” Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan kepada redaksi www.suaranasional.com, Senin (22/1/2024).
Kata Anthony, Jokowi cawe-cawe politik, cawe-cawe pemilu dan pilpres, mematikan demokrasi, untuk kepentingan dirinya dan keluarganya.
Pengkhianatan Jokowi terhadap reformasi dan demokrasi kata Anthony ketika mantan Wali Kota Solo itu mau minta perpanjangan masa jabatan presiden, sampai 2027, tapi untungnya kandas.
“Mau tambah periode jabatan menjadi tiga periode, juga kandas. Terakhir, Gibran dijadikan calon wakil presiden dengan cara memanipulasi dan melanggar konstitusi, melalui bantuan adik ipar Jokowi di Mahkamah Konstitusi, dengan melanggar hukum, etika dan moral,” jelasnya.
Anthony mengatakan, Jokowi menjadi musuh sebagian besar rakyat Indonesia. Banyak kebijakannya yang menyusahkan rakyat, khususnya kelompok bawah. Tingkat kemiskinan naik. Tapi Joko Widodo “membeli” popularitas dengan bantuan sosial!?
Jokowi juga menjadi musuh sebagian besar partai politik. Karena mau mengatur urusan internal partai, dengan memasang ketua umum boneka yang bermasalah korupsi untuk mendukungnya.
Pilpres 2024, Jokowi mendukung Prabowo sebagai calon presiden 2024. Bukan hanya mendukung, bahkan terkesan menjadi tim pemenangan, dengan memberdayakan kekuasaannya.
“Dukungan kepada Prabowo tentu saja bukan untuk kepetingan Prabowo atau rakyat Indonesia. Tetapi, untuk kepentingan Joko Widodo dan keluarganya sendiri. Prabowo mungkin hanya alat saja untuk menjadikan Gibran sebagai calon wakil presiden, dan untuk melindungi dirinya setelah tidak menjabat lagi,” pungkasnya.