Oleh : Sholihin MS (Pemerhati Sosial dan Politik)
Demi menjadi die hard -nya Jokowi, PBNU yang semula menyatakan diri netral, akhirnya secara terang-terangan mendukung paslon dukungan Jokowi, yaitu paslon 02 Prabowo-Gibran. Tugas yang diemban PBNU Yahya Staquf tentu bukan saja sekedar mendukung paslon dukungan Jokowi, tetapi juga berupaya men- downgrade paslon lain, terutama paslon 01.
Dari semenjak Yahya Staquf dipanggil Jokowi ke istana, sikap politik PBNU sudah dapat ditebak. Tidak lama berselang, adik Yahya yaitu Yaqut Qoumas yang menjabat Menteri Agama langsung melontarkan narasi untuk tidak memilih capres yang didukung kaum radikal. Yang dimaksud Yaqut pasti Anies Baswedan. Tapi narasi ini tidak laku dan langsung ditelan bumi.
Pemecatan Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar tanpa kesalahan jelas, tentu karena KH Marzuki Mustamar terang-terangan mendukung pasangan Anies-Muhaimin. Tapi rupanya pemecatan itu justru makin membuat solid warga nahdhiyyin untuk mendukung pasangan AMIN.
Baru-baru ini, Sekjen PBNU Saifullah Yusuf mengulang hal yang sama, yaitu untuk tidak memilih Capres yang didukung Abu Bakar Basyir. Narasi ini pun dipastikan hanya jadi angin yang berhembus sesaat lalu menghilang.
Semakin PBNU berkeras membela Jokowi, maka pamor PBNU di masyarakat termasuk di kalangan kaum nahdhiyyin akan semakin pudar, sebagaimana semakin pudarnya pamor Jokowi di mata rakyat.
Ada beberapa alasan kenapa peringatan PBNU ini tidak bakal didengar rakyat dan hanya jadi angin lalu saja:
Pertama, PBNU ternyata tidak netral dan mendukung paslon tertentu pilihan penguasa.
Ketika penguasa mendukung Paslon 02, PBNU pun ikut mendukung paslon 02. Padahal, di mata mayoritas rakyat kalau Paslon 02 itu penuh masalah, baik capresnya maupun cawapresnya. Dan rakyat sudah cerdas siapa sebenarnya mereka berdua itu.
Kedua, Kepercayaan rakyat terhadap Jokowi sudah sangat rendah berada di titik nadir.
Mendukung Jokowi, walaupun dia saat ini masih Presiden, sama saja dengan berupaya untuk dijauhi rakyat. Faktanya rakyat sudah muak dengan Jokowi.
Ketiga, Anies itu sudah dipercaya rakyat berdasarkan kinerja dan rekam jejaknya selama menjabat Gubernur DKI.
Kinerja nyata dan rekam jejak Anies yang cemerlang tidak akan bisa di- counter dengan cuma narasi-narasi kosong dan mengada-ada.
Keempat, Rekam jejak PBNU terutama selama dipimpin Yahya Staquf tampak terlalu brrpihak kepada Jokowi dan tidak netral sehingga telah menghilangkan kewibaan PBNU.
Walaupun Yahya Staquf pernah menyatakan PBNU netral dan tidak berpolitik, tapi faktanya terlalu condong kepada Jokowi. Seharusnya mampu menjaga jarak.
Kelima, gelombang perubahan itu bak banjir bandang yang sudak tidak bisa dibendung.
Siapa pun yang coba menghalangi gelombang ini, bakal tersapu oleh air bah yang mengalir dengan sangat cepat dan kuat.
Tahun 2024 adalah tahun perubahan. Lajunya tidak bisa dihentikan. Walaupun rezim Jokowi terus berupaya menghentikannya dengan menggunakan kekuasaannya, menghalalkan segala cara, dan dengan dana yang dangat besar, tidak akan mempu menghalanginya. Seluruh alam semesta telah bersatu untuk menghantarkan perubahan itu hingga terwujud.
Jika Anda masih berharap arus perubahan itu bisa dihentikan, maka bisa jadi Anda termasuk orang yang bakal terseret ke meja hijau.
Bandung, 5 Rajab 1445