Ibadah haji yang merupakan Rukun Islam kelima dinilai hanya main-main seperti mutar ka’bah tujuh kali di sebut thawaf, lempar jumrah termasuk wukuf di arafah yang dianggap seperti berkemah biasa.
“Haji itu realitasnya seperti orang main-main. Camping-campingan, muter—muter bangunan, mondar-mandir namanya sya’i, lempar-lemparan, kena setan ngak? Itu semua main-main,” kata Pengasuh Pondok Pesantren Cadangpinggan Indramayu, Jawa Barat DR KH Abdul Syakur Amin (Buya Syakur) dalam video yang beredar.
Kata Buya Syakur, ibadah haji merupakan melanjutkan tradisi yang sudah ada sebelumnya di jazirah Arab. “Itu artinya ibadah haji bukan syariat langsung dari Nabi Muhamamd tetapi tradisi itu sudah ada sebelum Nabi Muhammad lahir. Kaerifan lokal di jazirah Arabiya,” ungkap Buya Syakur.
Buya Syakur mengatakan, haji merupakan kegiatan napak tilas yang pernah dilakukan Nabi Ibrahim dalam mencari Tuhan.
“Napak tilas tentang seseorang yang mencari Tuhan namanya Nabi Ibrahim. Dan Nabi Ibrahim panutan Nabi Muhammad,” pungkasnya.
Melansir Kompas.com edisi 1 Juli 2022, ibadah haji pertama kali diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim.
Setelah selesai membangun Ka’bah, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk menyerukan pada manusia untuk melaksanakan haji.
“Dan serulah manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki atau dengan mengendarai onta yang kurus. Mereka akan datang dari segenap penjuru yang jauh” (QS. al-Hajj: 27).
Dari bukit di selatan Ka’bah, Jabal Qubays, Nabi Ibrahim menyerukan perintah ibadah Haji.
Setelah itu, Malaikat Jibril menunjukkan pada Nabi Ibrahim Bukit Shafa, marwah hingga perbatasan Tanah Haram untuk diletakkan batu-batu.
Sejak saat itu Nabi Ibrahim melaksanakan ibadah Haji sesuai tata cara yang diajarkan hingga akhir hayatnya.
Tata cara ibadah haji ini kemudian dilanjutkan oleh putranya, Nabi Ismail.
Dikutip dari Kompas.com edisi 1 Juli 2022, sepeninggal Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail, tata cara dan tujuan ibadah haji banyak diubah bangsa Arab.
Tata cara ibadah Haji yang diterapkan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail tercampur dengan tradisi yang menyimpang.
Di sekitar Ka’bah dan Tanah Haram bahkan terdapat patung dan berhala.
Tradisi menyimpang masyarat Arab jahiliyah ini baru berubah setelah datangnya Nabi Muhammad, nabi terakhir yang diutus Allah SWT.
Pada masa kenabiannya, Nabi Muhammad diutus untuk memperbarui syariat Nabi Ibrahim dan meluruskan kekeliruan yang telah berlangsung selama ribuan tahun.
Pada masa Nabi Muhammad, Ka’bah dikembalikan sebagai tempat suci umat muslim hingga saat ini.