Kasus pelecehan seksual yang diduga dilakukan oleh Bupati Maluku Tenggara M.Thaher Hanubun sepertinya bakal menemui jalan buntu seperti yang disampaikan Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol.M.Roem Ohoirat bahwa penyidik menemui kendala dalam gelar perkara kasus dugaan pelecehan tersebut.
“Sepertinya penyidik dalam kasus dugaan pelecehan seksual sang bupati butuh “obat Kuat”,” ketus Adhy Fadhly Direktur Executive Voxpol Network Indonesia saat dihubungi via telpon seluler pada Kamis (14/9/2023).
Menurut Adhy Fadhly, pihaknya telah memprediksi sejak awal bahwa akan seperti ini jalannya proses hukum kasus dugaan pelecehan yang mana terlapor adalah seorang kepala daerah yang memiliki kekuasaan dan kemampuan dalam mengintervensi. “Seperti yang sudah saya sampaikan beberapa waktu kemarin, bahwa kasus ini kemungkinan besar akan berakhir dengan proses restorative justice, kemudian akan ada kendala ketidak hadiran para saksi hingga pada pencabutan laporan,” paparnya.
Perlu diingat bahwa gelar perkara tanpa dihadiri pelapor dan terlapor sudah pasti cacat hukum, sebab menurut Adhy dalam gelar perkara kasus yang sementara berjalan ini tidak bisa diwakilkan, maka butuh langkah langkah konkrit dari pihak kepolisian dalam hal ini para penyidik.
Sebenarnya sangat disayangkan jika kasus ini tidak dituntaskan, sebab ini persoalan kemanusiaan,yang mana menyangkut harkat dan martabat seorang manusia. Menurutnya, terkait pencabutan laporan oleh pelapor, itu bukanlah sebuah masalah dan tetap harus dihargai sebagai hak konstitusionalnya sebagaimana telah diatur dalam pasal 75 KUHP yang telah menetapkan ketentuan bahwa pelapor diperkenankan mencabut laporannya dalam jangka waktu 3 bulan setelah laporan dibuat.
“Jadi itu harus tetap dihargai, namun di sisi lain pihak kepolisianpun dituntut harus tetap menjalankan tugasnya kasus pelecehan dan kekerasaan bukan merupakan delik aduan, melainkan delik murni maka sudah seharusnya dugaan kejahatan tersebut tetap berlanjut,” tandas Adhy.
Lebih lanjut aktivis hak asasi manusia ini menegaskan bahwa, jika kita ikuti kasus ini sampai pada informasi bahwa ada rekaman percakapan saat kejadian yang telah diberikan oleh korban kepada pihak kepolisian, maka seharusnya tidak butuh terlalu lama untuk menetapkan tersangka dalam kasus ini.
Jadi kalau pada akhirnya pihak kepolisian mengaku menemui kendala dalam penuntasan kasus pelecahan sexual ini,sepertinya para penyidik butuh “obat kuat”
Adhy menambahkan, “obat kuat” dalam hal ini adalah dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat termasuk para saksi yang dinilai tidak kooperatif saat ini, juga pihak korban sendiri yang mungkin saja berada dalam situasi tertekan. Semua pihak harus memberikan semacam injection untuk aparat kepolisian agar melanjutkan proses perkara ini dan berani menetapkan tersangka untuk mengungkap jelas kasus pelecehan yang diduga dilakukan oleh pejabat publik ini.
“Akankah ada tersangka kasus dugaan pelecehan ataukah malah akan ada tersangka Pembuatan laporan palsu, kita simak saja dulu,” kata Adhy.
Lebih lanjut Direktur Eksekutif VPN Indonesia ini mengatakan, beredar kabar bahwa korban saat ini berada di Jakarta, dan hendak dilakukan perkawinan paksa sebagaimana yang disampaikan oleh wakil ketua LPSK Livia Iskandar yang dilansir Media Indonesia edisi 12 september.
“Jika benar demikian, dan terdapat unsur pemaksaan perkawinan, maka itupun merupakan bagian dari tindak pidana kekerasan seksual yang telah diatur dalam undang undang TPKS,” tegas Adhy.
Menurutnya, pihak kepolisian jangan membuang waktu,demi memenuhi rasa keadilan dan menjaga harkat dan martabat manusia, Adhy berpendapat bahwa sudah seharusnya ada penetapan tersangka dalam kasus ini, sudah ada korban barang bukti berupa rekaman percakapan.
“Jadi jangan main-mainlah sehingga terkesan loyo. Ini persoalan serius, ini kejahatan kemanusiaan lho! mirisnya sesuai pengakuan korban sendiri bahwa kejadian ini sudah berulang kali terjadi,” paparnya.
Jika pihak kepolisian bersikap seperti ini, sudah pasti akan muncul berbagai interpretasi publik bahwa Ada apa siih sebenarnya di balik semua ini?
“Saya berharap para aparat penegak hukum tidak menciptakan keraguan publik atas integritas dan profesionalitas aparat penegak hukum di negara ini, khususnya aparat kepolisian Polda Maluku,” tutup Adhy Fadhly, Direktur Executive Voxpol Network Indonesia yang juga koordinator Paparisa Perjuangan Maluku (PPM_95djakarta).
Kuat”