Persoalan korupsi di negeri ini terasa tidak pernah selesai,berbagai kasus dengan moment dan modus yang bervariasi selalu terjadi, bahkan dana dana sosial, darurat bencana pun turut menjadi lahan bagi para koruptor. Seperti halnya kasus dugaan tindak pidana korupsi dana penaggulangan darurat Covid 19 sebesar Rp 51 miliar yang terjadi pada pemerintah kabupaten Maluku Tenggara.
“Kejaksaan Tinggi Maluku terlalu banyak pencitraan,” kata Adhy Fadhly, Direktur Executive Voxpol Network Indonesia sat dihubungi via perangkat seluler, Senin (11/9/2023).
Kasus dugaan tindak pidana korupsi penyalahgunaan anggaran covid di Maluku Tenggara bukanlah kasus baru, tapi selalu dibikin seperti kasus baru oleh Kejaksaan Tinggi Maluku, sebab kasus tersebut secara resmi dilaporkan sejak 2021. “Namun beberapa hari lalu pernyataan dari pihak kejaksaan bahwa laporan tersebut sementara dipelajari, kalau untuk pelajari sebuah kasus korupsi, Kejaksaan Tinggi Maluku butuh waktu 2 tahun, yaa memang korupsi tidak akan pernah selesai,” cetus adhy.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa berdasarkan data yang pihaknya peroleh terkait kasus dugaan korupsi dana covid tahun 2020 senilai Rp51 miliar rupiah tersebut terdapat potensi kerugian negara kurang lebih sekitar 8 hingga 9 miliar rupiah bahkan lebih.
Menurut Adhy yang juga merupakan koordinator Paparisa Perjuangan Maluku (PPM_95djakarta) yang mana telah berhasil membongkar beberapa kasus korupsi di Maluku ini, bahwa pihaknya masih terus mengikuti perkembangan kasus yang sementara di tangani oleh Kejaksaan Tinggi Maluku. Jika memang dirasa ada main-mata antara pihak pihak terkait maka pihaknya akan menindaklanjuti kasus tersebut ke Komisi Pemberantasan Korupsi(KPK) dan membuat laporan ke Kejaksaan Agung terkait mandulnya proses penanganan korupsi di tangan kejaksaan Maluku agar bisa dievaluasi nantinya.
Parahnya lagi, pihak kejaksaan menyampaikan akan meminta bukti bukti tambahan dari pihak pelapor agar kasusnya bisa diproses. “Ini sikap aparat penegak hukum yang tidak paham betul produk hukum,”lanjut Adhy.
Misalnya dalam Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan tindakan penyidik dalam hal menurut tata cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
Kemudian dalam Pasal 1 angka 5 KUHAP tegas menyatakan, tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. “Artinya tugas mendapatkan bukti-bukti tambahan adalah tugas dan kewenangan aparat penegak hukum, jangan dibebani kepada pelapor dong, jika ini yang terus terjadi maka wajar saja, banyak kasus tindak pidana yang dihentikan sebab pelapor tidak bisa memberikan bukti tambahan, lantas muncul pertanyaan, yang digaji siapa, yang disuruh kerja siapa,” cetus aktivis yang terkenal vokal suarakan kasus korupsi.
Adhy melanjutkan, bahwa Perlu dipahami laporan laporan dugaan tindak pidana yang terjadi maupun yang akan terjadi adalah bentuk partisipasi publik untuk mendukung pemerintah dalam memberantas praktek praktek korupsi bukan untuk menjadi pesuruh aparat penegak hukum untuk mencari bukti bukti tambahan. “Ini yang harus dipahami betul,” tegasnya.
Namun di satu sisi mari kita berpositive thinking dan memberi dukungan terhadap aparat penegak hukum dalam hal ini pihak Kejaksaan Tinggi Maluku dalam menangani laporan dugaan korupsi tersebut.
Lebih lanjut dia mengatakan bahwa signal yang dia tangkap dari langkah langkah kejaksaan,yang terkesan lambat ini,tidak menutup kemungkinan terlapor dalam hal ini Bupati Maluku Tenggara M.Thaher Hanubun akan segera diperiksa pasca selesai masa jabatan yang bersangkutan sebagai pejabat publik yang tersisa beberapa hari kedepan, sebab itu sangat memudahkan proses proses lanjutan terkait kasus Rp51 miliar ini.
Saat di singgung apakah Thaher Hanubun layak diperiksa, Adhy berpendapat semua pihak yang terindikasi terlibat wajib dipanggil dan diperiksa termasuk M.Thaher Hanubun, selaku Kuasa Pengguna Anggaran Pemerintah Kabupaten Maluku tenggara, terlebih berdsarkan informasi informasi bahwa ada kecurigaan terkait peran bupati dalam membelanjakan angaran angaran tersebut. sama halnya bupati sedang memainkan peran sebagai aktor Mercenary corruption yang menyalahgunakan kekuasaan semata-mata untuk kepentingan pribadi, dan juga discretionary corruption, korupsi yang dilakukan karena ada kebebasan dalam menentukan kebijakan. Tentunya tidak ada yang kebal hukum, terlebih pada kasus kasus korupsi dana sosial dan bencana.
“Semoga pihak kejaksaan segera rampungkan pelajarannya sehingga segera mungkin kasus ini bisa dibuka secara transparan ke publik,” tutup Adhy Fadhly.