Oleh: Ahmad Basri Ketua K3PP Tubaba
Belum reda kegembiraan dan senyum Muhaimin (Cak Imin) Iskandar menjadi cawapres Anies Baswedan, yang dideklarasikan pada sabtu, 2 September di kota pahlawan, Surabaya, kini menanti panggilan dari KPK / Komisi Pemberantasan Korupsi atas dugaan tindak pidana korupsi. Walaupun panggilan terhadap Cak Imin masih sebatas saksi akan tetapi bisa berubah sewaktu – waktu menjadi tersangka.
Kasus yang menjerat Cak Imin yang diduga ikut menikmati “uang haram” dalam masalah sistem proteksi TKI di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnaker) pada tahun 2012. Ketika itu Cak Imin masih sebagai seorang menteri di era presiden SBY. Artinya, kasus yang menyeret Cak Imin sudah hampir 11 tahun terjadi. Aktor – aktor lainnya yang terlibat di dalam lingkaran kasus “uang haram” korupsi sudah terlebih dahulu menjadi tersangka, yakni Dirjen PPTKTK (Reyna Usman) dan Sekretaris BPP (I Nyoman Darmatan). Semuanya orang – orang lingkaran dalam yang ada di Kemnaker.
Menariknya, KPK memeriksa kembali kasus Cak Imin, yang sudah mengendap lama hampir 12 tahun seiringan dengan penetapan Cak Imin menjadi cawapres Anies. Tentu ini menimbulkan spekulasi politik bahwa KPK bermain politik dalam kasus Cak Imin. Seolah – olah ada sponsor politik kasus hukum yang menjerat Cak Imin dibangunkan kembali. Asumsi tersebut dibantah oleh lingkaran dalam KPK bahwa masalah Cak Imin tidak ada hubungannya dengan politik apalagi menyangkut pilpres 2024.
Hukum dan politik selalu menarik dalam memahami prilaku politik kekuasaan dalam konteks menjelang pemilu pilpres 2024. Berbagai macam pertanyaan muncul dengan kasus Cak Imin dengan KPK. Secara politik jelas ada “kaitan” dengan suasana pilpres 2024. Terlepas KPK berjarak dengan asumsi masalah politik, KPK berpendirian kasus ini murni masalah hukum. Sulit memberikan legalitas hukum murni memahami kasus Cak Imin.
Andaikan Cak Imin benar – benar ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam bulan – bulan ini, maka secara politik legalitas sebagai cawapres Anies bisa dibatalkan. Koalisi PKB, Nasdem dan PKS akan mengalami perubahan. Nasdem mencari figur lain pengganti Cak Imin. Pertanyaannya apakah PKB tetap menjadi bagian koalisi dengan Nasdem PKS.Bisa jadi PKB mundur dari koalisi. Kemungkinan besar PKB menjadi bagian koalisi PDIP seandainya Khofifah menjadi pasangan Ganjar. Artinya, Nasdem hanya berkoalisi dengan PKS, tapi jelas tidak memenuhi syarat pencalonan. Kursi Nasdem 59 sedangkan PKS 50 di DPR (109 kursi) sedang harus minimal 115 kursi di DPR. Beda jika PKB tetap berkoalisi menapikan Cak Imin yang sudah tersangka.
Setidaknya pertanyaan selanjutnya harus diberikan oleh ketua umum Nasdem Surya Paloh atau lebih dikenal panggilan SP. Sebagai seorang politisi handal senior dan memiliki segenap jaringan informasi tentu SP mengetahui kasus hukum yang sedang menjerat Cak Imin di KPK. SP setidaknya sudah berhitung secara politis bahwa menempatkan Cak Imin sebagai cawapres akan menjadi persoalan dikemudian hari dan tidak menguntungkan Anies. Pencapresan Anies yang sebelumnya menempatkan AHY sebagai wakilnya lalu berubah tentu menimbulkan pertanyaan besar khususnya terhadap SP. Di mana pasangan Anies AHY diprediksi akan mampu mengungguli Ganjar – Prabowo.
Hemat penulis, menggantikan AHY oleh Cak Imin bukan semata – mata satu skenerio besar untuk memenangkan pilpres pemilu 2024 tapi sesungguhnya untuk melemahkan posisi Anies. Ada tangan – tangan misterius yang tetap berjusng apapun bentuknya Anies harus gagal dalam pilpres 2024. Menggagalkan AHY berpasangan dengan Anies lalu mencari menggantinya dengan Cak Imin setelah itu di perjalanan waktu Cak Imin gagal juga karna tersangka oleh KPK kasus. Ini semua sangat menarik kita pahami sebuah permainan politik hukum. Sedangkan untuk menjerat Anies dengan kasus korupsi sepertinya kecil kemungkinan akan berhasil.
Tekanan piskologis agar SP mencabut pencalonan Anies capres pemilu 2024 sebenarnya adalah target utama. Namun SP tidak berani tidak mau melakukan itu dengan jalan radikal. Singkatnya SP tidak mau melakukan jalan ekstrem terhadap Anies. Jalan evolutif bertahap perlahan – lahan dengan menggagalkan AHY terlebih dahulu, kemudian menggantinya dengan Cak Imin. Cak Imin juga gagal karna akhirnya tersangka korupsi oleh KPK. Pada akhirnya lambat tapi pasti kemungkinan besar Partai Nasdem gagal mengosong Anies sebagap capres. Itu yang diharapkan sesungguhnya.