Evaluasi Demo Buruh

Oleh : Memet Hakim, Pengamat Sosial, Wanhat APIB

Demo buruh & Nakes 10.08.2023 ini diikuti juga oleh emak dan berbagai aktivis. Jumlahnya diperkirakan pulugan ribu orang berlangsung sampai malam hari.

Demo buruh ini sedianya ingin menekan presiden untuk membatalkan UU Omnibus law seperti UU Cipta Kerja dan Kesehatan. Sebenarnya adalagi yakni UU Pendidikan dan UU Minerba.

Kali ini pengurus SP sudah berhasil mengajak non buruh, walau tidak banyak, akan tetapi sudah memperlihatkan militansinya. Belum semua buruh turun ke jalan, perlu sosialisasi lagi. Buruh, Pekerja, pegawai sebenarnya sama saja jadi perlu penyaan persepsi sehingga dwngan 1 nama orang akan terpanggil semua.

Suksesnya demo itu jika banyak yang turun, ada pemogokan dimana mana, jalan macet dimana-mana artinya kota lumpuh. Dengan demikian para penguasa baru memperhatikan, jika tidak ya seperti kematen itu. Yang didemonya malah jalan-jalan naik KRL bersama artis katanya.

Walau upaya buruh itu sudah lebih baik organisasinya, tanpa keikut sertaan semua elemen masyarakat tetap tidak efektip. Tentara saja tanpa rakyat akan lemah, apalagi buruh.

Mungkin kedepan perencanaan perlu lebih terbuka, spy lebih banyak yang hadir dan lebih banyak kemacetan. Bukankah di pelabuhan Tanjung Priuk, Tanjung Perak dan Tanjung Emas banyak buruh disana, bukankah di setiap Bandara ada buruh disana ? Bukankan di setiap terminal bus ada buruh disana ? Rasanya mereka belum tersentuh, baru buruh pabrik aja yang hadir. Kemacetan, pemogokan tentu akan diperhatikan penguasa.

Mahasiswa dan siswa SMA/SMK di Jakarta saja sudah banya sekali jumlahnya, dengan kenakalan2 kecilnya mereka ini sungguh membantu membuat perhatian penguasa agar mau bicara dan menerima aspirasi demontran.

Belum lagi jika umat Islam yang diwakili GNPR ikut serta beserta laskar santrinya, wah jumlahnya tentu banyak sekali. Emak2 yang akan mendukung di garis depan, tengah dan belakang tentu perlu diajak serta. Nakes yang juga terdzalimi oleh penguasa mereka tentu akan siap dengan pertolongan daruratnya, bisa ada dan tersebar di banyak titik.

Yang didzalimi oleh Pemerintah (baca Jokowi) itu bukan hanya buruh, semua rakyat Indonesia, kecuali kaki tangannya dan oligarki saja. Jadi prmimpin buruh, pemimpin mahasiswa, pemimpin siswa, pemimpin nakes, pemimpin umat, pemimpin emak2, pemimpin jawara & laskar harus bisa berkumpul dan menyatukan pendapat. Hindarkan ego masing-masing yang merasa terhebat, terkuat, dll. Di dalam kelimpok ini semua sama adalah rakyat RI yang terdzalimi.

Senjata terakhir rakyat adalah boikot berhubungan dengan aparat pemerintah, seperti bayar pajak, kegiatan2 lain terkait pemerintah, pilpres, dll. Rasanya Indonesia tanpa Jokowi akan lebih baik.

Bandung, 11.08.2023