Orde Gombal

Oleh: Sutoyo Abadi (Koordinator Kajian Politik Merah Putih)

Nama kabinet awal Jokowi sebagai presiden bernama kabinet kerja. Nama itu nyaris menghilang tanpa bekas, tanpa artefak yang menunjukkan kecakapan kerja yang monumental. Selain rentetan masalah yang yang tidak berkesudahan.

Pada periode kedua dalam pengumuman yang digelar di teras depan Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (23/10/2019) pagi, dengan cara duduk bersama Presiden, Wakil Presiden, dan seluruh menteri itu, Presiden Joko Widodo menyampaikan nama kabinetnya adalah Kabinet Indonesia Maju.

Dampaknya kerja maju mundur tanpa tilas yang membekas sebagai kemajuan bahkan arah negara semakin menanggung beban kerusakan yang cukup parah.

Ketika semua ahli sejarah seperti bingung, nama apa yang tepat untuk kabinet Jokow di akhir masa jabatannya. Sebagian pengamat dalam kelakarnya memberi nama kabinet boneka, dramaturgi,
jongos dan sederet nama lain yang sangat tidak sedap di ucapkan dan tidak enak didengar.

Tokoh nasional Dr. Rizal Ramli melalui akun Twitter-nya @RamliRizal belum lama ini mengintrodusir sebuah istilah yang cukup menggelitik berkaitan dengan orde. Ia menyebut rezim saat ini sebagai Orde Gombal.

Kalau nama itu dicari pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan gombal sama dengan bohong, omong kosong – atau rayuan, ucapan yang tidak benar, tidak sesuai kenyataan, atau omong kosong – atau tidak berarti.

Fakta yang membuntuti sebagai bukti dari definisi yang dimiliki KBBI, sepertinya sangat sulit di bantah sebagai sebuah realita.

Kejadian yang paling fulgar bisa di amati dan dirasakan sangat dekat dengan ucapan “Erving Goffman”: Jokowi selalu menggunakan mekanisme panggung ini, ada panggung depan (front stage), ada panggung belakang (back stage). Panggung depan sering berbeda 180 derajat dengan panggung belakang

Ucapan dan kenyataan kadang jaraknya sangat dekat dan dipertontonkan dengan tanpa canggung dengan fulgar tanpa beban dan rasa berdosa

Wajar dengan nada kesal Bung Rizal Ramli melontarkan kritikannya bahwa “Penipuan ala drama Esemka, ngasih harapan palsu bahwa ekonomi akan melesat. Itu semua koplak, dan ciri-ciri Orde Gombal,”.

Istilah orde Pemimpin Boneka seringkali diasosiasikan untuk pemimpin yang ucapan, peran, dan sikapnya dikendalikan orang lain. Saat manggung, dikendalikan peran panggungnya oleh sutradara.

Pemimpin boneka politik, selalu bermain watak, seperti pelawak bisa ketawa, sekalipun situasinya sedang gawat. Ini biasa terjadi. Inilah yang oleh Goffman disebut dengan dramaturgi.

Terasa tipuannya menyentuh semua aspek relung kehidupan Ipoleksosbud hankam, semua terkena imbas pencitraan dan kebijakan yang aneh aneh di luar standar normal sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

Tanpa penutup kemungkinan dan menjadi hak semua rakyat akan memberikan stempel sebagai “Orde Satrio Piningit”, sekalipun terasa pahit, nyengit dan sulit untuk pembuktiannya.

Apapun gelar orde dari tapak kekuasaan yang akan mengakhiri kekuasaan, bisa muncul dan terjadi. Karena semua itu hak rakyat bebas memberikan status, gelar dan stempel nama orde yang akan menempel dan disandangnya.